Sunday, April 12, 2009

Luka Berlumpur

Cerpen;Fandrik Hs Putra*

“Suatu saat kau akan betemu dengan seorang lelaki yang akan selalu membahagiakanmu. Entah kapan dan dimana, itu hanya tinggal menunggu jawaban dari waktu. Yang jelas nantinya kau akan menjemput kebahagiaan itu”.
Aku terpaksa memuntahkan kata-kata itu manakala yang aku lihat hujan september telah menjamah dan membasahi kelopak matamu yang begitu bening. Meskipun pada nyatanya, sungguh aku takkan mungkin berucap demikian. Karena hatiku berkata lain. Seharusnya yang aku ucapkan adalah “jaga dirimu baik-baik, jangan lupakan aku ” atau setidaknya “ hati-hati di sana”.
Ada rasa kebisuan akibat perpisahan kali ini. Ada rasa yang tak bisa kau utarakan. Tersumbat oleh takdir Tuhan. Begitu pula dengan diri yang dirasa tidak memahami apa yang ada di depanku sekarang.
Aku terpaksa membohongi diri sendiri. Karena aku tak ingin membebani kepergianmu. Aku tak ingin menjadi duri di bawah indah mekarnya bunga mawar. Seandainya boleh aku bungkam, aku tak akan berucap sepatah katapun. Akan aku biarkan kesunyian melepasmu. Ya! Hanya kesunyian, tanpa tangis.
Namun aku masih punya perasaan yang tak bisa menyimpan segala memori hidup sendirian. Aku butuh sandaran, butuh seseorang untuk meluapkan apa yang aku rasa. Aku butuh bicara. Butuh kata sebagai wajah dari perasaanku. Begitu pula dengan dirimu, aku takut kau tidak bisa membaca kediamanku. Justru yang aku takuti kau akan salah menafsiri. jadinya aku yang salah.
Hidup memang tak selamanya berjalan dengan apa yang kita inginkan. Kita hanya bisa merencanakan, tidak bisa mementukan. Karena kita bukan Tuhan. Terkadang Tuhan membenturkan kita dengan sketsa hidup yang telah kita lukis sebelumnya. Ya! Seperti yang terjadi pada cinta kita. Jelas ini bukan sketsa yang kita buat dan kita inginkan. Bahkan jauh dari pandangan.
Bukannya aku takut kehilangan dirimu, aku takut kehilangan cintamu. Bagiku, kehilangan cintamu tak ubahnya hati ini yang menjadi batu. Beku. Semoga cinta yang kau tinggalkan tidak akan menjadi jamur yang akan menjamuri seluruh jiwaku dan hidupnya akan sesaat.
Aku masih tetap membayangkan kepergianmu. Aku sudah mencoba menghempaskan hantu-hantu pilu yang selalu bergentayangan di hati dan di dalama batok kepalaku. Meski mulut ini menyatakan bersedia mengantar kepergianmu. Itu hannya sebatas kebohongan yang di dorong oleh kepasrahan. Sungguh!, lidah tak bisa mewakili isi hati.
Pada nyatanya kita sama-sama baru lulus dari SMA, bagiku cinta ini bukanlah cinta Anak Baru Gede (ABG) atau cinta monyet yang bisa hilanga kapan saja. Cinta ini murni dari tali kasih kita sejak kita masih anak ingusan. Yang selalu bersama bermain petak umpet Atau bermain dalam tragedi perang. Masih ingat dalam benakku ketika aku tertembak. Kau datang sebagai dokter dan mengobati lukaku yang tergoresi oleh kawat jemuran di samping rumah. Kau begitu telaten mengobati lukaku. Kau tersenyum ketika aku meringis kesakitan. Pelan pelan tangan lembutmu memebalut lukaku. Aku ingat itu.
Aku tak tahan lagi memandang raut wajahmu yang semakin kelam tertutup kepedihan. Apalagi kau semakin menjadi megalirkan bulir-bulir air mata kristalmu. Senja yang begitu indah kali ini berubah pekat. Sepekat hatiku-mungkin juga hatimu. Sebentar lagi awan menjelma mendung dan berganti hujan.
Betapa sulit melepas cinta yang telah mekar jauh sebelum bunga kasturi bermekaran. Cinta yang terbina sekian tahun, harus pupus oleh badai sehari. Ada getar hebat dari bibir yang biasa kau berikan padaku untuk aku lumat di senja hari. Bergetar tanpa suara, tanpa kata. Aku diam. Aku di kalahkan waktu. Tak berdaya di hadapkan pada jurang perpisahan. Sungguh kali ini sangat sulit menerima kenyataan.
Disini kau sudah tidak mempunyai siapa-siapa. Keluargamu semua kau bawa pergi juga. Tinggal aku disini dan juga pohon asam ini, tempat bermain kita sejak kecil. Tempat bernaung dari panas dan hujan. Tempat pelarian kita saat kemauan tak dituruti oleh kedua orang tua. Di salah satu rantingnya terdapat pahatan pisau bertulis namaku dan namamu. Aku melinglari dengan bentuk hati. Aku harap pahatan itu nantinya akan menjadi bukti bahwa selama ini aku benar-benar sungguh mencintaimu.
Annuqayah,2009

0 comments: