Datang ke laut pantura akan menghidupkan aku kembali. Pantura seakan Memberiku nafas baru. Meski terasa agak menyesakkan. Saat angan yang aku lemparkan sejauh 500 mil kemasa lalu menembus indahnya bunga pantura bermekaran. Saat itulah aku mememukan dewi bunga pantura. Menemukan kehidupan pantura yang sesungguhnya.
Masih terbayang saat aroma-aroma menebarkan keindahan, saat bunga bermekaran di sana. Yang ketika ditiup angin bagaikan penari di istana dewa erros.
Dalam hati ini masih mengenang bunga itu. Meski sudah pergi bersama saudagar kaya dan para bajak lautnya. Entah, aku tidak tahu kemana perahu itu berlayar. Pastinya keadaan pantura sepeninggalnya tak lagi indah sepeti dulu. Ombak sering mengamuk menuntut bunga pantura untuk segera kembali. Aku juga tidak tahu akankah perjalanan bunga pantura akan terus bersama ombak yang tenang atau disambut gelombang ombak besar. Itulah yang aku cemaskan, wahai bunga pantura!.
Wahai bunga pantura!.tidakkah hatimu tiada resah. Saat kau meninggalkan pantaimu yang seharusnya kau jaga bersama para nelayan. Tidakkah kau mendengar resahan ombak yang menjemputmu atau kau sudah menjadi bidadari dengan harta yang melimpah itu. Sungguh kau tak tahu diri.
Awan diatas pantura kini semakin meresah. Mendung berganti hujan, gerimis datang. Tak begitu deras, tapi cukup membasahi tanah.
Anak-anak nelayan itu tetap bermain bersama ikan-ikan. Tak peduli dengan kondisi pantura yang menangis. .Mereka seakan tak punya rumah untuk bernaung. Tak punya telinga untuk mendengar orang tuannya yang memerintah untuk pulang. Ya! seperti saat kita dulu, yang apabila sudah bercumbu dengan bunga pantura,bermain dengan ikan, dan melangkah bersama ombak, kita lupa pulang.
Dingin merasuk tulang. Angin memberi belaian meresahkan, gerimis semakin menangis. Anak-anak nelayan itu tetap bermain bersama anak ikan. Aku tak melihat sedikitpun kesedihan ataupun ketakutan dimatanya. Tak seperti aku yang berderai air mata menatap alam pantura yang sangat jauh beda dari sebelum kau tingalkan..
Ohhh bunga pantura.
Aku menerawang dua mil lebih jauh lagi. 502 mil menembus resah dan gelisah si bunga pantura.
“Anakku pergilah bersamanya. Pantura akan tetap indah tanpa bunga-bunga itu.”
“Tidak ibu. Aku akan tetap disini. Menghias panturaku”
Ungkapanmu begitu mantap sehingga tiada keraguan dibenakku untuk berpikir kau akan meninggalkan pantai pantura.
“Kau, jangan membantah. Pergi!”
Saat itulah derai matamu mengiringi layunya bunga pantura. Kau terpaksa melawan kehendakmu sendiri. Kau tak bisa membantah kehendak orang tuamu. mata Mereka telah tertutupiu oleh gelinag harta saudagar kaya.
Bentakan ibumu lebih tegar dari pendirianmu, kau pergi juga. Aku tak menyangka kau akan meninggalkan janjimu begitu saja.
Pantura terus diselimuti hujan kegelisahan. Ombak laut semakin menjadi. Hujan semakin deras disertai badai yang mengiring. Angin topan berhembus dahsyat menjungkalkan beberapa pohon kelapa. Tahukah kau apa yang mereka tuntut? Kembalilah.
Annuqayah,2009
Sunday, April 12, 2009
Bunga Pantura
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment