1.1. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam kehidupan
manusia. Pembentukan karakter seseorang sangat ditentukan oleh baik buruknya
kualitas pendidikan yang didapatkan. Dalam pemberian pendidikan, pihak yang sangat berperan penting adalah orang
tua. Betapa tidak, setiap orang tua menginginkan pendidikan yang bermutu untuk
setiap buah hatinya. jadi selayaknyalah orang tua sebagai pihak pertama yang
bertanggung jawab terhadap keselamatan putra-putrinya dalam menjalani
tahapan-tahapan perkembangan, baik dari segi fisik, emosional, intelektual,
sosial maupun seksual. Hingga saat ini banyak hal yang telah diupayakan oleh
orang tua untuk memenuhi pendidikan anak, mulai dari menyekolahkan mereka ke
sekolah-sekolah unggulan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian anak yang
baik, bermutu, dan berprestasi.
Seiring dengan
perkembangan zaman, pendidikan yang
didapatkan oleh seorang anak dari lembaga formal dirasakan kurang, karena
tingginya fenomena sosial yang akhir-akhir ini terjadi. Periode yang kita kenal sebagai masa remaja
mengalami banyak perubahan ialah masa transisi. yaitu antara masa anak-anak
dengan masa dewasa. Karena Pada masa ini berlangsung pertumbuhan dan
perkembangan yang kompleks baik dari segi fisik maupun psikis. Salah satu
perkembangan yang terjadi pada masa remaja íalah perkembangan seksual. Hal ini
terjadi seiring dengan berfungsinya organ reproduksi.
Pada masa transisi,
remaja berada dalam potensial seksual yang aktif, sehingga remaja berusaha mencari
berbagai informasi mengenai masalah
seksual. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah bila orang tua dan kaum pendidik
bersikap lebih tanggap dalam
menjaga dan mendidik anak dan remaja agar lebih berhati- hati terhadap gejala
sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang mana masalah
tersebut merupakan fenomena yang perlu dicarikan solusinya.
Perkembangan seksual yang
terjadi pada remaja seharusnya dibarengi dengan pemenuhan pendidikan seksual
yang baik diberikan keluarga, dalam hal ini, orang tua baik di rumah atau
melalui lembaga formal yaitu sekolah agar remaja tidak bingung serta dapat memahami
pekembangan yang terjadi di dalam dirinya serta bagaimana menyikapinya. Namun
pendidikan seks masíh menjadi polemik saat ini, karena sebagian orang masih
menganggap penting atau tidaknya pendidikan seks di berikan. Kenyataannya masíh
banyak orang tua yang menganggap tabu ketika memberikan pendidikan seks pada
anaknya. Di sisi lain, sekolah Belum bisa berperan secara optimal dalam
memberikan pemahaman tentang pendidikan seks pada remaja karena Belum termasuk
di dalam kurikulum.
Tingkat sosial ekonomi maupun
tingkat pendidikan yang heterogen di indonesia menyebabkan ada orang tua yang
mau dan mampu memberikan pengetahuan tentang seks, tetapi lebih banyak yang
tidak mampu dan tidak memahami masalah tersebut. Hal yang paling mencolok
ádalah kurangnya pengetahuan orang tua tentang seks, apalagi yang berada di
daerah-daerah terpencil. Untuk itulah Sangat dibutuhkan pengetahuan orang tua,
mengingat orang tua ádalah guru pertama bagi anak.
Kurangnya pengetahuan dari
orang tua menimbulkan kekhawatiran banyaknya usaha yang dilakukan oleh remaja
untuk mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa yang terkadang
membawanya ke arah yang tidak benar, yang berakibat pada penyimpangan seksual,
karena disebabkan oleh informasi yang
keliru tentang seks. Sudah seharusnyalah ada dukungan dari beberapa pihak untuk
membantu orang tua mengetahui masalah seksual, sehingga mereka dapat lebih
aktif dan lebih tanggap dalam memperhatikan tumbuh kembang anak-anak mereka.
Di Daerah Bima, mayoritas
orang tua bermatapencaharian sebagai petani. Dan ini memungkinkan orang tua
memiliki waktu yang sedikit di rumah, dan untuk mengenali seperti apa anak
mereka. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membahas peranan
orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan seks, serta kendalanya dan
bagaimana cara yang terbaik untuk menanggulanginya.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang
diatas, maka penulis dapat menyimpulkan Rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran orang
tua dan sekolah dalam memberi pendidikan
seks pada remaja.
2. Kendala-kendala apa
sajakah yang dihadapi oleh orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan
seksual pada remaja.
3. Bagaimana cara
menanggulangi kendala-kendala dalam memberikan pendidikan seks pada remaja
1.3. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas,
tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui
peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan seks pada remaja
2. Untuk mengetahui
lebih jauh kendala-kendala yang dihadapi
orang tua dan sekolah ketika akan memberikan pendidikan seksual
3. Untuk mengetahui
bagaimana cara menanggulangi kendala-kendala yang dihadapi oleh orang tua dan
sekolah dalam penyampaian pendidikan seks pada remaja
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan
dari masalah tulisan ini yaitu:
1. Dapat digunakan
sebagai acuan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak.
2. Memberikan informasi
tentang faktor penghambat pemberian pendidikan seks pada anak.
3. Memberikan solusi
kepada orang tua dan sekolah untuk menanggulangi kendala-kendala yang ada.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Pendidikan Seksual
Seksual
adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan
dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara
hubungan intim antar laki-laki dan perempuan. Sedangkan pendidikan adalah
pengaruh, bimbingan, arahan, yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki
kepribadian yang utuh dan matang. Jadi pendidikan seksual adalah cara
pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi
masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual (http://www.e-psikologi.com).
Sedangkan pengertian
pendidikan seksual menurut Sarlito dalam bukunya psikologis remaja adalah
“suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan
benar yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual
dan aspek-aspek kejiwaan, dan kemasyarakatan”.
Menurut DR. Arief Rahman Hakim
dan Drs. Fakhruddin SMU Labscool Jakarta menyatakan bahwa :”Pendidikan seksual
adalah perlakuan sadar dan sistematik di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk
menyampaikan proses perkelamian menurut agama dan yang telah diterapkan oleh
masyarakat.
Pengertian pendidikan seksual
menurut islam adalah upaya pengajaran
dan penerapan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam
usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak islami, serta menutup kemungkinan
ke arah hubungan seksual terlarang (zina) (Mursi,M)
http://situs.kesrepro.info//krr/referensi.htm.
2.2. Tujuan Pendidikan Seks
Menurut Kartono Muhammad (1991)
“tujuan pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan
menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Sedangkan menurut Tirto Husodo (1981)
“tujuan pendidikan seksual adalah untuk memberikan pengetahuan dan mendidik
anak agar berprilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan normal agama,
social, dan kesusilaan.
Dari penjabaran yang
dikemukakan di atas, maka tujuan pendidikan seks ádalah :
1. Memberikan pengertian
yang memadai mengenai perubahan fisik, mental, dan proses kematangan emosional
yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
2. Mengurangi ketakutan
dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran,
tuntutan dan tanggung jawab).
3. Memberikan pengertian
bahwa anatara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan
keluarga.
4. Memberikan pengertian
mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang
rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
5. Memberikan pengertian
dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktifitas seksual secara
efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami,
orang tua, anggota masyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan seksual ádalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan ramaja kearah hidup
dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.
2.3. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja
Remaja ádalah masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan
dunia), usia ramaja ádalah 12 sampai 24 tahun. Namun, jika pada usia remaja
seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia
bukan lagi remaja tetapi masíh tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka
dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika berbicara tentang remaja dan pendidkan seks, terutama yang
berhubungan dengan perkembangan seks. Ada kesan pada remaja bahwa seks itu
menyenangkan, puncak rasa kecintaan, tidak ada kedukaan, tidak menyakitkan
bahkan membahagiakan, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan. Seks hanya
berkisar pada prilaku seks semata yang disertai birahi, bahkan ada yang
beranggapan bahwa gaul atau tidaknya seorang remaja dilihat dari pengalaman
seks mereka, sehingga ada opini “seks ádalah sesuatu yang menarik dan perlu
dicoba (dikenal dengan istilah sexpectation).
Masa remaja ádalah masa yang sangat didominasi
dengan masalah-masalah seks dan sangat memperhatikan masalah-malasah seks.
Banyak remaja yang mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan
semakin bertambah ketika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti
suara, pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan, atau film. Bahkan semakin hari semakin
berfariatif. Padahal apabila remaja sudah terjerumus dalam kegiatan seks yang
haram, maka akan mengakibatkan:
1. Hilangnya harga diri
bagi remaja pria dan kehilangan keperawanan bagi wanita
2. Perasaan berdosa yang
mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin jauh dari Allah SWT.
3. Perasaan takut hamil.
4. Lemahnya kepercayaan
antara kedua pihak.
5. Apabila hubungan ini
diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila dikembalikan dengan
hukum syariat.
6. Penghinaan masyarakat
terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga pada keluarga.
Adapun solusi nenurut DR.
Akram Ridho Mursi dari permasalahan di atas sebagai berikut :
1. Dengan meminimalkan
hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan-ledakan nafsu yang menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntutan untuk
memenuhi hasrat biolagis didorong oleh dua sebab: Pertama: Ekstern, dengan
jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh stimulasi eksternal
(bukan persepsi). Kedua: Intern, dengan jalan berfikir dan bertindak.
2. Dengan menjaga diri.
Hal ini merupakan bagian dari proses yang (1) memahami diri. Dimana remaja
putra dan putri memahami tentang jati dirinya. Menyadari akan tugas dan
tanggung jawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungannya, (Al-Hajj:
77). (2) kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat kecil
dan besar, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. (3)
kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya (Al-Alaq:14). (4) Perasaan
damai dirumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami
diantara sesama anggota keluarga. (5) pengawasan yang cerdas dari orang tua.
(6) komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul
dengan lawan jenis. (7) menghindari pergaulan bebas dan mencengah berduaan
tanpa mahram (http://www.e-psikologi.com).
Masíh Amat sedikit pihak yang
mengerti dan memahami betapa pentingnya pendidikan seksualitas bagi remaja.
Faktor utama yang membuat pendidikan seksualitas sulit diimplementasikan secara
formal ádalah persoalan budaya dan agama.
Selain itu, factor lain yang mempengaruhi ádalah
kentalnya budaya patriarki yang mengakar dimasyarakat. Seksualitas masih
dianggap sebagai isu perempuan belaka.
Pornografi merupakan hal yang
ramai dibicarakan karena berdampak negatif, dan salah satu upaya membentengi
remaja dari pengetahuan seks yang menyesatkan ádalah dengan memberikan
pendidikan seksualitas yang benar. WHO menyebutkan, ada dua keunggulan yang
dapat diperoleh dari pendidikan seksualitas. Pertama, mengurangi jumlah remaja
yang melakukan hubungan seks sebelum menikah . Kedua, bagi remaja yang sudah
melakukan hubungan seksual, mereka akan melindungi dirinya dari penularan
penyakit seksual dan HIV/AIDS.
Mengingat rasa ingin tahu remaja yang begitu
besar, pendidikan seks yang diberikan harus sesuai kebutuhan remaja, serta
tidak menyimpang dari prinsip pendidikan seksualitas itu sendiri. Maka,
pendidikan seks harus mempertimbangkan:
1. Pendidikan seks harus
didasarkan penghormatan hak reproduksi dan hak seksual remaja untuk mempunyai
pilihan.
2. Berdasarkan pada
kesetaraan jender.
3. Partisipasi remaja
secara penuh dalam proses perencanaan
4. Bukan cuma dilakukan
secara formal, tetapi juga nonformal.
(http:/pendidikan
sex/remaja,pornografi&pendidikan sex.com)
2.4. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Bagi Anak
Keluarga dalam hal ini orang
tua merupakan institusi pertama dimana seseorang akan mengenal bermacam-macam
nilai sosial yang ada. Keluarga, akan menjadi tempat berlangsungnya proses
sosialisasi dan internalisasi nilai dan
beragam keterampilan dasar dalam hidup seseorang. Sehingga jika proses
sosialisasi dan internalisasi nilai berlangsung dengan baik maka kepribadian
anak akan menjadi mantap.
2.4.1. Peran Ayah Dalam
Keluarga
Perkawinan
membawa konsekuensi yang berupa tanggung jawab yang melekat pada peran ganda
seorang ayah. B. Simanjuntak dan I.I. Pasanibu menyatakan bahwa peran ayah itu
ádalah (1) sumber kekuasaan sebagai dasar identifikasi, (2) penghubung dunia
luar, (3) pelindung ancaman dunia luar dan (4) pendidik segi rasional
(B.Simanjuntak, II Pasaribu, 1981, p. 110). Sikun Pribadi menbagi peran ayah
menjadi (1) pemimpin keluarga, (2) sex poster, (3) pencari nafkah, (4) pendidik
anak-anak, (5) tokoh identifikasi anak, (6) pembantu pengurus rumah tangga.
Dari kedua
pendapat tersebut ternyata tidak berbeda dan justru melengkapi. Ayah sebagai
pemimpin dalam keluarga disebut juga kepala keluarga atau kepala rumah tangga.
Oleh karena itu ayah memegang kekuasaan di dalam keluarga. Ayah berperan
sebagai pengendali jalannya rumah tangga dalam keluarga. Sebagai pemimpin
keluarga orang tua wajib mempunyai pedoman hidup yang mantap, agar jalannya
tumah tangga dapat berjalan dengan lancar menuju tujuan yang telah
dicita-citakan. Secara psikologis diketahui pedoman hidup yang mantap dan kuat
merupakan salah satu ciri masculinitas dalam suatu “Aku” yang kuat, yang mampu
melihat dan menghadapi segala jenis kenyataan hidup duniawi. Pedoman hidup juga
mengaplikasikan adad dan cita-cita yang luhur, yang dapat membawa keluarga nya
lepada kehidupan dunia akhirat. Seorang ayah sebagai warga negara indonesia
harus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila, serta menanamkan
kepada anak-anaknya agar anak menjadi warga yang pancasila (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).
2.4.2. Peranan Ibu Dalam
Keluarga
Kartini
Kartono (1977) menyatakan bahwa dalam keluarga, peranan ibu adalah sebagai
berikut (1) sebagi istri dan teman hidup, (2) sebagai partner seksual, (3)
sebagai pengatur rumah tangga, (4) sebagai ibu dan pendidik anak-anaknya, (5)
sebagai makhluk sosial yang ingin berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial.
Sikun Pribadi (1981) menyatakan bahwa peranan wanita dalam keluarga adalah (1)
sebagai istri, (2) sebagai pengurus rumah tangga (3) sebagai ibu dari
anak-anak, (4) sebagai teman hidup, (5) sebagai makhluk sosial yang ingin
mengadakan hubungan sosial yang intim.
Kedua
pendapat tersebut ternyata sama, hanya penempatan urutan dan kombinasi peran
yang berbeda. Sedangkan menurut nani Suwando (1981) menyatakan bahwa wanita
dalam keluarga itu mempunyai panca tugas lain yaitu (1) sebagai istri, (2)
sebagai ibu pendidik, (3)sebagai ibu pengatur rumah tangga, (4) sebagai teman
kerja, (5) sebagai anggota organisasi masyarakat.
Jika ketiga
pendapat tersebut kita bandingkan, maka pendapat Nani Suwondo menambah satu
peran wanita sebagi istri. Ibu sebagai istri sekaligus sebagai seks partner
bagi suami dan juga teman hidup bagi suami. Ibu sebagai istri merupakan
pendamping suami, sebagai sahabat dan kekasih yang bersama-sama membina
keluarga sejahtera. Oleh karena itu di lembaga-lembaga pemerintah di mana suami
bekerja maka ia akan menjadi anggota organisasi yang ada di tempat suami
bekerja (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).
2.5. Sekolah Sebagai Pendidikan Formal
Institusí kedua yang ikut
berperan dalam membentuk kepribadian dan perilaku anak ádalah sekolah.
Institusi sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun
nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di samping itu, dalam sekolah
pula akan terjadi proses pewarisan budaya dan penyebaran budaya secara
sistematis dan terprogram.
Oleh karena fungsi sekolah
sebagai tempat terjadinya transformasi pengetahuan, teknologi dan nilai maka
keberadaannya menjadi sangat penting di tengah masyarakat. Karena proses
pewarisan, transformasi maupun proses penyebaran beragam pengetahuan,
teknologi, budaya berlangsung secara sistematis dan terprogram maka pengalaman
yang akan diperoleh oleh anak juga akan relatif sistematis, terprogram dan
terukur.
Dengan demikian, untuk
memberikan pemahaman kepada anak tentang seksualitas maupun reproduksi yang
sehat itu benar, maka peran sekolah sangat penting dan strategis. Karena
pengetahuan yang akan diperoleh anak sudah seragam, sistematis. Namun,
masalahnya adalah pada bagaimana tehnik agar pemahaman tentang seksualitas dan
reproduksi sehat itu tidak justru menstimulasi siswa untuk coba-coba.
Pada dasarnya bahwa pendidikan
seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua remaja. Karena melalui
sekolah, pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi yang sehat akan lebih
jelas, sistematis dan terprogram. Pendidikan seks tidak hanya terkait dengan
masalah alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga menyangkut pola
hubungan antara lawan jenis, norma
maupun penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan seksual yang tidak benar (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).
BAB III
METODE PENULISAN
Metode penulisan karya tulis
ini menggunakan metode kepustakaan. Di mana penulis membahas masalah-masalah
yang sesuai dengan telaah pustaka. Telaah pustaka diperoleh dari buku-buku,
koran, majalah, Internet, dan sumber-sumber lain yang mendukung topik yang
dibahas.
Analisis permasalahan
dilakukan dengan menghubungkan antara informasi atau data yang didapat dengan
telaah pustaka. Kesimpulan diperoleh berdasarkan informasi-informasi yang
sesuai dengan telaah pustaka, data yang diperoleh, gagasan dari penulis
sedangkan saran ditujukan khusus kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan tema
yang sedang dibahas.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan seks
Anak adalah karunia. Anak
lahir dalam keadaan fitrah, orang tua dan lingkungannyalah yang mempengaruhi
dan membentuk kepribadian, perilaku dan kecenderungan anak sesuai bakat yang
ada pada dirinya.
Seks termasuk kebutuhan dasar
manusia, sebagaimana kebutuhannya terhadap makan dan minum, pakaian dan tempat
tinggal. Setiap anak memiliki potensi, apabila tidak dididik dengan
sebaik-baiknya, maka boleh jadi potensi dan dorongan biologis yang dimiliki
anak tersebut disalahgunakan pada hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Seperti melakukan hubungan seksual diluar nikah, pemerkosaan dan lain-lain.
Menurut Nurhayati (2007),
tanggung jawab orang tua tidak hanya mencakup atau terbatasi pada kebutuhan
materi saja, tetapi sesungguhnya mencakup juga kepada seluruh aspek kehidupan
anaknya, termasuk di dalamnya aspek pendidikan seksual. Di mana pemahaman dan
pemilihan metode pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi
insan yang dapat menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan
sadar akan ancaman dan peringatan dari perbuatan zina serta memiliki pegangan
agama yang jelas.
Keluarga adalah madrasah
pertama dan utama bagi anak. Karena di sanalah mereka mulai belajar dan
mengetahui segala sesuatu, termasuk seks. Di samping itu, orang tua ádalah
pihak pertama yang bertanggung jawab dalam membina dan mendidik serta memonitor
perkembangan baik fisik, emosional, maupun seksual putra-putrinya.
Pendidikan seks perlu
diberikan kepada setiap orang, termasuk remaja. Sebagaimana halnya pendidikan
intelektual, kecakapan, kesenian dan sebagainya. Jika anak perlu diberikan pendidikan
intelektual dengan dasar anak memiliki akal pikiran, maka pendidikan sekspun
diberikan karena manusia memiliki potensi biologis.
Dengan adanya orang tua
sebagai media pendidikan seksual bagi remeja, maka diharapkan dapat
menghasilkan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberikan
pengertian secara benar mengenai masalah seksual.
2. Dapat membina
kedekatan antara anak dan orang tuanya lebih terjalin.
3. Membuat anak
menjadikan orang tuanya sebagai teman yang dapat diajak cerita.
4. Mengurangi KTD
(Kehamilan Tidak Di inginkan).
5. Mengurangi
prostitusi, dan ekplorasi seks yang berlebihan.
6. Dapat memberikan
pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat
menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan
mental remaja.
4.2. Peranan Sekolah Dalam Pendidikan Seks
Selain orang tua, pihak yang
ikut berperan dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak adalah sekolah.
Karena sekolah merupakan wadah yang tepat dalam pemberian informasi mengenai
seksual kepada remaja. Di samping itu, sekolah adalah tempat kedua bagi remaja
menghabiskan sebagian waktu mereka, lembaga formal ini di dirikan untuk
memberikan pendidikan kepada remaja, termasuk masalah seksual.
Lingkungan sekolah juga
merupakan tempat untuk kaum remaja mengembangkan persahabatan, menghibur,
membuat rencana untuk pergaulan di luar sekolah, dan bergaul dengan lawan
jenisnya. Lingkungan sekolah sering memberi kesempatan kepada remaja untuk
mulai berpacaran. Selain itu, lingkungan sekolah juga menjadi tempat yang
digunakan untuk saling tukar informasi antara teman sebaya.
Di satu sisi, sekolah
merupakan lingkungan yang memperkenalkan remaja kepada masalah seks. Namun di
sisi lain, lingkungan sekolah mampu melindungi remaja dari resiko seks bebas sebagai informasi yang
disajikan oleh sekolah.
wadah yang mengatur, memperhatikan, dan mengatasi
masalah sosial remaja ádalah BK (Bimbingan Konseling). BK berperan mendampingi remaja dalam pelayanan
pengembangan diri, masalah karier/belajar, dan masalah sosial.
Selain BK, dalam kurikulum
pendidikan pun telah ada mata pelajaran biologi, di mana pada pokok bahasan
tertentu ada yang membahas masalah reproduksi, hormon-hormon yang berpengaruh
pada tubuh manusia dalam mengontrol seksualitas. Kurikulum ini dapat digunakan
sebagai pedoman dalam upaya memberikan pemahanan pada remaja tentang pendidikan
seks.
Lingkungan sekolah juga
mencerminkan norma masyarakat terhadap kejadian kehamilan pra-nikah, dalam hal
ini departemen pendidikan nasional (DEPDIKNAS) pun secara tegas mengatakan
bahwa remaja yang hamil disaat bersekolah harus dikeluarkan dari sekolah. Mengingat pentingnya pendidikan seks di
sekolah, setiap sekolah memiliki pendekatan yang berbeda mengenai pendidikan
seks, ada yang mengundang satu kali dalam setahun pakar psikologis atau
reproduksi dalam mensosialisasikan pendidikan seks pada remaja.
Secara terperinci, peranan
sekolah dalam pemberian pendidikan seks pada remaja ádalah :
1. Dapat menjadi wadah
untuk para remaja dalam mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan seks secara
benar dan sistematis.
2. Dapat memberikan
pendekatan secara sosial dan individu (biologi), sehingga diharapkan mengurangi
pergaulan bebas di kalangan remaja.
3. Sebagai tindak lanjut
pendidikan seks yang diajarkan orang tua dirumah.
4.3.
Kendala yang di Hadapi Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks
Di dalam pelaksanaan
pendidikan seks, ada beberapa faktor penghambat yang dihadapi oleh orang tua
yaitu: pengetahuan, kesadaran, ekonomi serta tingkat pendidikan orang tua yang
rata-rata menengah.
Dewasa ini, orang tua belum
mampu secara maksimal memberikan pendidikan seks yang layak dan benar kepada
anak-anak mereka disebabkan oleh
beratnya beban hidup yang harus dipikul oleh orang tua dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Sehingga mereka mempunyai keterbatasan waktu dengan anak-anak
mereka di rumah. Di samping itu mereka pun tidak mengerti kapan dan di mana
pendidikan seks mulai diberikan serta bagaimana cara menyampaikannya.
Selain faktor di atas, masih
adanya anggapan bahwa mengajak anak
membicarakan seks akan menghilangkan kewibawaan dan membingungkan orang
tua yang malu mengungkapkan persoalan-persoalan seksual. Sehingga banyak remaja
yang senang membahas masalah seks dengan teman-temannya ketimbang dengan orang
tua, karena hal ini dianggap sebagai hal yang tabu.
Ada beberapa alasan kenapa
orang tua merasa tidak nyaman membahas masalah pendidikan seks yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan
untuk menjawab pertanyaan mengenai seksual maupun reproduksi.
2. Tidak efektifnya
komunikasi anak dan orang tua.
3. Tidak terciptanya
suasana keterbukaan, kenyamanan antara anak dan orang tua.
4.4. Kendala yang Dihadapi Sekolah Dalam Pemberian
Pendidikan Seks
Sampai saat ini, pemerintah
Republik Indonesia belum meresmikan
pendidikan seks dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Tapi Cara pengajaran
dan materi dipakai untuk mengajar pendidikan seks di sekolah diserahkan
sepenuhnya pada sekolah yang
bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan.
Kebijakan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi mulai ada pada tahun 1980-an di sekolah dengan
tujuan mendidik dan menyadarkan generasi muda tentang kesehatan reproduksi yang
bertanggung jawab. Pendidikan seks di sekolah-sekolah indonesia adalah
pengetahuan reproduksi seksual secara biologis daripada masalah seks di konteks
sosial.
Namun, masalahnya adalah
begaimana teknis pelaksanaan. Apakah pendidikan seks dan reproduksi sehat itu
dimasukkan dalam pengembangan diri dalam ekstrakurikuler, yang mana sifatnya
hanya pilihan atau dikaitkan dalam bidang yang lain. Jika kurikulum mengenai
pendidikan seks dan reproduksi dimasukkan dalam intrakurikuler, ada beberapa
hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar program pendidikan seks dan
reproduksi sehat ini dapat berjalan dengan lancar. Adapun aspek-aspek yang
harus dipersiapkan antara lain ádalah kurikulum yang meliputi
1. Standar kompetensi
dan kompetensi dasarnya
2. Siapa gurunya
3. Berapa waktu yang
disediakan
4. Bagaimana media yang
digunakan
5. Bagaimana sistem
penilaiannya
6. Bagaimana sarana dan
prasarananya
Di sisi lain, yang perlu juga
diketahui adalah apakah anak sudah siap secara psikologis maupun fisiologis,
dan apakah mayarakat sudah siap menerima kenyataan bahwa kehidupan pribadi dan
dewasa dibicarakan secara terbuka.
Di samping aspek kurikulum,
guru, siswa, masyarakat juga perlu dipikirkan terlebih dahulu, karena pada
dasarnya tingkat perkembangan psikologis anak remaja berbeda dengan orang
dewasa misalnya mahasiswa. Sehingga harus dipertimbangkan dan dipersiapkan
secara matang agar program pendidikan ini justru tidak menjadi bumerang bagi
kehidupan anak, karena tergesa-gesa karena tuntutan modernisasi kesalahan dalam
mendesainnya.
4.5. Cara Menanggulangi Kendala-Kendala yang
Dihadapi
Pemberian pendidikan seks
merupakan tanggung jawab semua kalangan, baik orang tua, pemerintah maupun
masyarakat. Sehingga dalam penyampaiannya tidak salah dan menjerumuskan remaja
dalam pergaulan bebas.
Orang tua dan sekolah
merupakan mitra dalam pendidikan anak, maka mereka harus berkerja sama dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam diri anak dan remaja.
Adapun cara dalam penyampaian pendidikan seks yaitu dengan cara sosialisasi
yang memerlukan dukungan dan partisipasi dari semua kalangan yaitu pemerintah
pusat, daerah, desa, BKKBN, LSM sebagai mediator penyediaan saran sosialisasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari analisis permasalahan
yang telah diuraikan, ada beberapa hal dapat disimpulkan:
1. Salah satu
perkembangan yang terjadi pada remaja ialah perkembangan seksual. Pendidikan
seks yang benar sangat dibutuhkan oleh remaja agar dorongan seksual tidak
disalahgunakan.
2. Orang tua adalah
madrasah pertama bagi pendidikan anak, termasuk pendidikan seks. Karena orang
tua adalah pihak yang paling tahu dan paling mengerti seperti apa anak mereka.
Sehingga orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap semua
pendidikan yang didapatkan anaknya, begitu pula pendidikan seks.
3. Selain orang tua,
yang bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian dan perilaku remaja adalah
sekolah. Sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan
maupun nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di sekolah, anak
mendapatkan pendidikan seks secara sistematis dan terprogram.
4. Kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan pendidikan seks bagi orang tua adalah kurangnya pengetahuan,
tidak tahunya cara penyampaian, kurangnya keterbukaan, serta keterbatasan
intensitas pertemuan antara anak dan orang tua.
5. Pendidikan seks
merupakan tanggung jawab semua pihak, yang memerlukan kerjasama antara
pemerintah pusat, daerah, desa, BKKBN, Dinas Kesehatan, serta LSM sebagai
mediator sosialisasi pendidikan seks.
5.2. Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis
sampaikan:
1. Kepada orang tua agar
lebih memperhatikan perkembangan anak menginjak usia remaja mengenai
perkembangan seksual anak serta memberikan pendidikan seks secara baik dan
benar.
2. Kepada sekolah agar
melaksanakan program sosialisasi pendidikan seks kepada remaja dengan
memanfaatkan OSIS (Organisasi Intra Sekolah) serta KOMITE sekolah sebagai wakil
orang tua.
3. Kepada pemerintah
pusat, daerah, desa, BKKBN, LSM agar lebih intens lagi mengadakan sosialisasi
tentang pentingnya pendidikan seks.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Tanpa Tahun. Pendidikan Seks. http://situs.kesrepro.info//krr/referensi.htm [14 September 2008].
Anonim.
Tanpa Tahun. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja
dan anak. http://www.google.com [20 Oktober 2008]
Admin.
Tanpa Tahun. Pelajaran Seks Bantu Anak
Laki-laki Bilang “Not to sek” http://www.f-buzz.com/tag/pesta)
Mu’tadin,
Zainun. 2002. Pendidikan Seks Pada
Remaja. www.e-psikologi.com.
Athar, Syahid. Tanpa Tahun. Sex Education, Teenaga Pregnacy,Sex in Islam and Marriage. http://www.islamawareness.net. [13 September 2008]
Rawis,
2008. Bagainama cara memberipPendidikan
sex pada anak sehingga anak tidak terjerumus. http://www.google.com. [15 mei 2008]
Syarifudin,
Nurhayati. 2007. Pendidikan Seks pada
Keluarga, Remaja dan Anak. Makalah yang disampaikan pada acara seminar
perempuan dengan tema Seksologi; Antara Perlu dan Tabu.
Warso,
AWDD dkk. Tanpa tahun. Apa
perlu pendidikan sex masuk dalam kurikulum sekolah?. http://www.google.com. [10 Juli 2008]
Zurayk, M.
1994. Aku dan Anakku. Bandung: Al
Bayan
0 comments:
Post a Comment