Saturday, June 22, 2013

Urgensi Pendidikan Seks di Sekolah


1.1.  Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia. Pembentukan karakter seseorang sangat ditentukan oleh baik buruknya kualitas pendidikan yang didapatkan. Dalam pemberian pendidikan, pihak yang sangat berperan penting adalah orang tua. Betapa tidak, setiap orang tua menginginkan pendidikan yang bermutu untuk setiap buah hatinya. jadi selayaknyalah orang tua sebagai pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap keselamatan putra-putrinya dalam menjalani tahapan-tahapan perkembangan, baik dari segi fisik, emosional, intelektual, sosial maupun seksual. Hingga saat ini banyak hal yang telah diupayakan oleh orang tua untuk memenuhi pendidikan anak, mulai dari menyekolahkan mereka ke sekolah-sekolah unggulan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian anak yang baik, bermutu, dan berprestasi.
Seiring dengan perkembangan  zaman, pendidikan yang didapatkan oleh seorang anak dari lembaga formal dirasakan kurang, karena tingginya fenomena sosial yang akhir-akhir ini terjadi. Periode yang kita kenal sebagai masa remaja mengalami banyak perubahan ialah masa transisi. yaitu antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Karena Pada masa ini berlangsung pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks baik dari segi fisik maupun psikis. Salah satu perkembangan yang terjadi pada masa remaja íalah perkembangan seksual. Hal ini terjadi seiring dengan berfungsinya organ reproduksi.
Pada masa transisi, remaja berada dalam potensial seksual yang aktif, sehingga remaja berusaha mencari berbagai informasi  mengenai masalah seksual. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar lebih berhati- hati terhadap gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang mana masalah tersebut merupakan fenomena yang perlu dicarikan solusinya.
Perkembangan seksual yang terjadi pada remaja seharusnya dibarengi dengan pemenuhan pendidikan seksual yang baik diberikan keluarga, dalam hal ini, orang tua baik di rumah atau melalui lembaga formal yaitu sekolah agar remaja  tidak bingung serta dapat memahami pekembangan yang terjadi di dalam dirinya serta bagaimana menyikapinya. Namun pendidikan seks masíh menjadi polemik saat ini, karena sebagian orang masih menganggap penting atau tidaknya pendidikan seks di berikan. Kenyataannya masíh banyak orang tua yang menganggap tabu ketika memberikan pendidikan seks pada anaknya. Di sisi lain, sekolah Belum bisa berperan secara optimal dalam memberikan pemahaman tentang pendidikan seks pada remaja karena Belum termasuk di dalam kurikulum.
Tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan pengetahuan tentang seks, tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami masalah tersebut. Hal yang paling mencolok ádalah kurangnya pengetahuan orang tua tentang seks, apalagi yang berada di daerah-daerah terpencil. Untuk itulah Sangat dibutuhkan pengetahuan orang tua, mengingat orang tua ádalah guru pertama bagi anak.
Kurangnya pengetahuan dari orang tua menimbulkan kekhawatiran banyaknya usaha yang dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa yang terkadang membawanya ke arah yang tidak benar, yang berakibat pada penyimpangan seksual, karena disebabkan oleh  informasi yang keliru tentang seks. Sudah seharusnyalah ada dukungan dari beberapa pihak untuk membantu orang tua mengetahui masalah seksual, sehingga mereka dapat lebih aktif dan lebih tanggap dalam memperhatikan tumbuh kembang anak-anak mereka.
Di Daerah Bima, mayoritas orang tua bermatapencaharian sebagai petani. Dan ini memungkinkan orang tua memiliki waktu yang sedikit di rumah, dan untuk mengenali seperti apa anak mereka. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membahas peranan orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan seks, serta kendalanya dan bagaimana cara yang terbaik untuk menanggulanginya.

1.2.   Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka penulis dapat menyimpulkan Rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana peran orang tua dan sekolah dalam  memberi pendidikan seks pada remaja.
2.      Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan seksual pada remaja.
3.      Bagaimana cara menanggulangi kendala-kendala dalam memberikan pendidikan seks pada remaja


1.3.  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan seks pada remaja
2.      Untuk mengetahui lebih jauh kendala-kendala yang  dihadapi orang tua dan sekolah ketika akan memberikan pendidikan seksual
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara menanggulangi kendala-kendala yang dihadapi oleh orang tua dan sekolah dalam penyampaian pendidikan seks pada remaja

1.4.  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari masalah tulisan ini yaitu:
1.      Dapat digunakan sebagai acuan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak.
2.      Memberikan informasi tentang faktor penghambat pemberian pendidikan seks pada anak.
3.      Memberikan solusi kepada orang tua dan sekolah untuk menanggulangi kendala-kendala yang ada.





BAB II
TELAAH PUSTAKA



2.1. Pendidikan Seksual
            Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antar laki-laki dan perempuan. Sedangkan pendidikan adalah pengaruh, bimbingan, arahan, yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa kepada anak yang belum dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang. Jadi pendidikan seksual adalah cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual (http://www.e-psikologi.com).
Sedangkan pengertian pendidikan seksual menurut Sarlito dalam bukunya psikologis remaja adalah “suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar  yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kejiwaan, dan kemasyarakatan”.
Menurut DR. Arief Rahman Hakim dan Drs. Fakhruddin SMU Labscool Jakarta menyatakan bahwa :”Pendidikan seksual adalah perlakuan sadar dan sistematik di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan proses perkelamian menurut agama dan yang telah diterapkan oleh masyarakat.
Pengertian pendidikan seksual menurut islam  adalah upaya pengajaran dan penerapan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak islami, serta menutup kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang (zina) (Mursi,M) http://situs.kesrepro.info//krr/referensi.htm.



2.2. Tujuan Pendidikan Seks
Menurut Kartono Muhammad (1991) “tujuan pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Sedangkan menurut Tirto Husodo (1981) “tujuan pendidikan seksual adalah untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berprilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan normal agama, social, dan kesusilaan.
Dari penjabaran yang dikemukakan di atas, maka tujuan pendidikan seks ádalah :
1.      Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental, dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
2.      Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab).
3.      Memberikan pengertian bahwa anatara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
4.      Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
5.      Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktifitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seksual ádalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan ramaja kearah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.
 
2.3. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja
Remaja ádalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia), usia ramaja ádalah 12 sampai 24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia bukan lagi remaja tetapi masíh tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berbicara tentang remaja dan pendidkan seks, terutama yang berhubungan dengan perkembangan seks. Ada kesan pada remaja bahwa seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, tidak ada kedukaan, tidak menyakitkan bahkan membahagiakan, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan. Seks hanya berkisar pada prilaku seks semata yang disertai birahi, bahkan ada yang beranggapan bahwa gaul atau tidaknya seorang remaja dilihat dari pengalaman seks mereka, sehingga ada opini âœseks ádalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (dikenal dengan istilah sexpectation).
 Masa remaja ádalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks dan sangat memperhatikan masalah-malasah seks. Banyak remaja yang mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan semakin bertambah ketika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan, atau film. Bahkan semakin hari semakin berfariatif. Padahal apabila remaja sudah terjerumus dalam kegiatan seks yang haram, maka akan mengakibatkan:
1.      Hilangnya harga diri bagi remaja pria dan kehilangan keperawanan bagi wanita
2.      Perasaan berdosa yang mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin jauh dari Allah SWT.
3.      Perasaan takut hamil.
4.      Lemahnya kepercayaan antara kedua pihak.
5.      Apabila hubungan ini diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila dikembalikan dengan hukum syariat.
6.      Penghinaan masyarakat terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga pada keluarga.
Adapun solusi nenurut DR. Akram Ridho Mursi dari permasalahan di atas sebagai berikut :
1.      Dengan meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan-ledakan nafsu yang menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntutan untuk memenuhi hasrat biolagis didorong oleh dua sebab: Pertama: Ekstern, dengan jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh stimulasi eksternal (bukan persepsi). Kedua: Intern, dengan jalan berfikir dan bertindak.
2.      Dengan menjaga diri. Hal ini merupakan bagian dari proses yang (1) memahami diri. Dimana remaja putra dan putri memahami tentang jati dirinya. Menyadari akan tugas dan tanggung jawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungannya, (Al-Hajj: 77). (2) kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat kecil dan besar, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. (3) kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya (Al-Alaq:14). (4) Perasaan damai dirumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami diantara sesama anggota keluarga. (5) pengawasan yang cerdas dari orang tua. (6) komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul dengan lawan jenis. (7) menghindari pergaulan bebas dan mencengah berduaan tanpa mahram (http://www.e-psikologi.com).  
Masíh Amat sedikit pihak yang mengerti dan memahami betapa pentingnya pendidikan seksualitas bagi remaja. Faktor utama yang membuat pendidikan seksualitas sulit diimplementasikan secara formal ádalah persoalan budaya dan agama.
Selain itu, factor lain yang mempengaruhi ádalah kentalnya budaya patriarki yang mengakar dimasyarakat. Seksualitas masih dianggap sebagai isu perempuan belaka.  
Pornografi merupakan hal yang ramai dibicarakan karena berdampak negatif, dan salah satu upaya membentengi remaja dari pengetahuan seks yang menyesatkan ádalah dengan memberikan pendidikan seksualitas yang benar. WHO menyebutkan, ada dua keunggulan yang dapat diperoleh dari pendidikan seksualitas. Pertama, mengurangi jumlah remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah . Kedua, bagi remaja yang sudah melakukan hubungan seksual, mereka akan melindungi dirinya dari penularan penyakit seksual dan HIV/AIDS.
Mengingat rasa ingin tahu remaja yang begitu besar, pendidikan seks yang diberikan harus sesuai kebutuhan remaja, serta tidak menyimpang dari prinsip pendidikan seksualitas itu sendiri. Maka, pendidikan seks harus mempertimbangkan:
1.      Pendidikan seks harus didasarkan penghormatan hak reproduksi dan hak seksual remaja untuk mempunyai pilihan.
2.      Berdasarkan pada kesetaraan jender.
3.      Partisipasi remaja secara penuh dalam proses perencanaan
4.      Bukan cuma dilakukan secara formal, tetapi juga nonformal.
(http:/pendidikan sex/remaja,pornografi&pendidikan sex.com)

2.4. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Bagi Anak
Keluarga dalam hal ini orang tua merupakan institusi pertama dimana seseorang akan mengenal bermacam-macam nilai sosial yang ada. Keluarga, akan menjadi tempat berlangsungnya proses sosialisasi  dan internalisasi nilai dan beragam keterampilan dasar dalam hidup seseorang. Sehingga jika proses sosialisasi dan internalisasi nilai berlangsung dengan baik maka kepribadian anak akan menjadi mantap.
2.4.1.      Peran Ayah Dalam Keluarga
Perkawinan membawa konsekuensi yang berupa tanggung jawab yang melekat pada peran ganda seorang ayah. B. Simanjuntak dan I.I. Pasanibu menyatakan bahwa peran ayah itu ádalah (1) sumber kekuasaan sebagai dasar identifikasi, (2) penghubung dunia luar, (3) pelindung ancaman dunia luar dan (4) pendidik segi rasional (B.Simanjuntak, II Pasaribu, 1981, p. 110). Sikun Pribadi menbagi peran ayah menjadi (1) pemimpin keluarga, (2) sex poster, (3) pencari nafkah, (4) pendidik anak-anak, (5) tokoh identifikasi anak, (6) pembantu pengurus rumah tangga.
Dari kedua pendapat tersebut ternyata tidak berbeda dan justru melengkapi. Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga disebut juga kepala keluarga atau kepala rumah tangga. Oleh karena itu ayah memegang kekuasaan di dalam keluarga. Ayah berperan sebagai pengendali jalannya rumah tangga dalam keluarga. Sebagai pemimpin keluarga orang tua wajib mempunyai pedoman hidup yang mantap, agar jalannya tumah tangga dapat berjalan dengan lancar menuju tujuan yang telah dicita-citakan. Secara psikologis diketahui pedoman hidup yang mantap dan kuat merupakan salah satu ciri masculinitas dalam suatu “Aku” yang kuat, yang mampu melihat dan menghadapi segala jenis kenyataan hidup duniawi. Pedoman hidup juga mengaplikasikan adad dan cita-cita yang luhur, yang dapat membawa keluarga nya lepada kehidupan dunia akhirat. Seorang ayah sebagai warga negara indonesia harus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila, serta menanamkan kepada anak-anaknya agar anak menjadi warga yang pancasila (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).
   
2.4.2.      Peranan Ibu Dalam Keluarga
Kartini Kartono (1977) menyatakan bahwa dalam keluarga, peranan ibu adalah sebagai berikut (1) sebagi istri dan teman hidup, (2) sebagai partner seksual, (3) sebagai pengatur rumah tangga, (4) sebagai ibu dan pendidik anak-anaknya, (5) sebagai makhluk sosial yang ingin berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial. Sikun Pribadi (1981) menyatakan bahwa peranan wanita dalam keluarga adalah (1) sebagai istri, (2) sebagai pengurus rumah tangga (3) sebagai ibu dari anak-anak, (4) sebagai teman hidup, (5) sebagai makhluk sosial yang ingin mengadakan hubungan sosial yang intim.
Kedua pendapat tersebut ternyata sama, hanya penempatan urutan dan kombinasi peran yang berbeda. Sedangkan menurut nani Suwando (1981) menyatakan bahwa wanita dalam keluarga itu mempunyai panca tugas lain yaitu (1) sebagai istri, (2) sebagai ibu pendidik, (3)sebagai ibu pengatur rumah tangga, (4) sebagai teman kerja, (5) sebagai anggota organisasi masyarakat.
Jika ketiga pendapat tersebut kita bandingkan, maka pendapat Nani Suwondo menambah satu peran wanita sebagi istri. Ibu sebagai istri sekaligus sebagai seks partner bagi suami dan juga teman hidup bagi suami. Ibu sebagai istri merupakan pendamping suami, sebagai sahabat dan kekasih yang bersama-sama membina keluarga sejahtera. Oleh karena itu di lembaga-lembaga pemerintah di mana suami bekerja maka ia akan menjadi anggota organisasi yang ada di tempat suami bekerja (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).  

2.5. Sekolah Sebagai Pendidikan Formal
Institusí kedua yang ikut berperan dalam membentuk kepribadian dan perilaku anak ádalah sekolah. Institusi sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di samping itu, dalam sekolah pula akan terjadi proses pewarisan budaya dan penyebaran budaya secara sistematis dan terprogram.
Oleh karena fungsi sekolah sebagai tempat terjadinya transformasi pengetahuan, teknologi dan nilai maka keberadaannya menjadi sangat penting di tengah masyarakat. Karena proses pewarisan, transformasi maupun proses penyebaran beragam pengetahuan, teknologi, budaya berlangsung secara sistematis dan terprogram maka pengalaman yang akan diperoleh oleh anak juga akan relatif sistematis, terprogram dan terukur.
Dengan demikian, untuk memberikan pemahaman kepada anak tentang seksualitas maupun reproduksi yang sehat itu benar, maka peran sekolah sangat penting dan strategis. Karena pengetahuan yang akan diperoleh anak sudah seragam, sistematis. Namun, masalahnya adalah pada bagaimana tehnik agar pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi sehat itu tidak justru menstimulasi siswa untuk coba-coba.
Pada dasarnya bahwa pendidikan seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua remaja. Karena melalui sekolah, pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis dan terprogram. Pendidikan seks tidak hanya terkait dengan masalah alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga menyangkut pola hubungan antara lawan jenis,  norma maupun penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan seksual yang tidak benar (http://peranan keluarga dalam pendidikan seks.com).
BAB III
METODE PENULISAN



Metode penulisan karya tulis ini menggunakan metode kepustakaan. Di mana penulis membahas masalah-masalah yang sesuai dengan telaah pustaka. Telaah pustaka diperoleh dari buku-buku, koran, majalah, Internet, dan sumber-sumber lain yang mendukung topik yang dibahas.
Analisis permasalahan dilakukan dengan menghubungkan antara informasi atau data yang didapat dengan telaah pustaka. Kesimpulan diperoleh berdasarkan informasi-informasi yang sesuai dengan telaah pustaka, data yang diperoleh, gagasan dari penulis sedangkan saran ditujukan khusus kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan tema yang sedang dibahas.
BAB IV
PEMBAHASAN



4.1. Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan seks
Anak adalah karunia. Anak lahir dalam keadaan fitrah, orang tua dan lingkungannyalah yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian, perilaku dan kecenderungan anak sesuai bakat yang ada pada dirinya.
Seks termasuk kebutuhan dasar manusia, sebagaimana kebutuhannya terhadap makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal. Setiap anak memiliki potensi, apabila tidak dididik dengan sebaik-baiknya, maka boleh jadi potensi dan dorongan biologis yang dimiliki anak tersebut disalahgunakan pada hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri. Seperti melakukan hubungan seksual diluar nikah, pemerkosaan dan lain-lain.
Menurut Nurhayati (2007), tanggung jawab orang tua tidak hanya mencakup atau terbatasi pada kebutuhan materi saja, tetapi sesungguhnya mencakup juga kepada seluruh aspek kehidupan anaknya, termasuk di dalamnya aspek pendidikan seksual. Di mana pemahaman dan pemilihan metode pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi insan yang dapat menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan sadar akan ancaman dan peringatan dari perbuatan zina serta memiliki pegangan agama yang jelas.
Keluarga adalah madrasah pertama dan utama bagi anak. Karena di sanalah mereka mulai belajar dan mengetahui segala sesuatu, termasuk seks. Di samping itu, orang tua ádalah pihak pertama yang bertanggung jawab dalam membina dan mendidik serta memonitor perkembangan baik fisik, emosional, maupun seksual  putra-putrinya.
Pendidikan seks perlu diberikan kepada setiap orang, termasuk remaja. Sebagaimana halnya pendidikan intelektual, kecakapan, kesenian dan sebagainya. Jika anak perlu diberikan pendidikan intelektual dengan dasar anak memiliki akal pikiran, maka pendidikan sekspun diberikan karena manusia memiliki potensi biologis.
Dengan adanya orang tua sebagai media pendidikan seksual bagi remeja, maka diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut :
1.      Dapat memberikan pengertian secara benar mengenai masalah seksual.
2.      Dapat membina kedekatan antara anak dan orang tuanya lebih terjalin.
3.      Membuat anak menjadikan orang tuanya sebagai teman yang dapat diajak cerita.
4.      Mengurangi KTD (Kehamilan Tidak Di inginkan).
5.      Mengurangi prostitusi, dan ekplorasi seks yang berlebihan.
6.      Dapat memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental remaja.

4.2. Peranan Sekolah Dalam Pendidikan Seks 
Selain orang tua, pihak yang ikut berperan dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak adalah sekolah. Karena sekolah merupakan wadah yang tepat dalam pemberian informasi mengenai seksual kepada remaja. Di samping itu, sekolah adalah tempat kedua bagi remaja menghabiskan sebagian waktu mereka, lembaga formal ini di dirikan untuk memberikan pendidikan kepada remaja, termasuk masalah seksual.
Lingkungan sekolah juga merupakan tempat untuk kaum remaja mengembangkan persahabatan, menghibur, membuat rencana untuk pergaulan di luar sekolah, dan bergaul dengan lawan jenisnya. Lingkungan sekolah sering memberi kesempatan kepada remaja untuk mulai berpacaran. Selain itu, lingkungan sekolah juga menjadi tempat yang digunakan untuk saling tukar informasi antara teman sebaya.
Di satu sisi, sekolah merupakan lingkungan yang memperkenalkan remaja kepada masalah seks. Namun di sisi lain, lingkungan sekolah mampu melindungi remaja dari  resiko seks bebas sebagai informasi yang disajikan oleh sekolah.
wadah yang mengatur, memperhatikan, dan mengatasi masalah sosial remaja ádalah BK (Bimbingan Konseling). BK berperan mendampingi remaja dalam pelayanan pengembangan diri, masalah karier/belajar, dan masalah sosial.
Selain BK, dalam kurikulum pendidikan pun telah ada mata pelajaran biologi, di mana pada pokok bahasan tertentu ada yang membahas masalah reproduksi, hormon-hormon yang berpengaruh pada tubuh manusia dalam mengontrol seksualitas. Kurikulum ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya memberikan pemahanan pada remaja tentang pendidikan seks.  
Lingkungan sekolah juga mencerminkan norma masyarakat terhadap kejadian kehamilan pra-nikah, dalam hal ini departemen pendidikan nasional (DEPDIKNAS) pun secara tegas mengatakan bahwa remaja yang hamil disaat bersekolah harus dikeluarkan dari sekolah.  Mengingat pentingnya pendidikan seks di sekolah, setiap sekolah memiliki pendekatan yang berbeda mengenai pendidikan seks, ada yang mengundang satu kali dalam setahun pakar psikologis atau reproduksi dalam mensosialisasikan pendidikan seks pada remaja.
Secara terperinci, peranan sekolah dalam pemberian pendidikan seks pada remaja ádalah :
1.      Dapat menjadi wadah untuk para remaja dalam mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan seks secara benar dan sistematis.
2.      Dapat memberikan pendekatan secara sosial dan individu (biologi), sehingga diharapkan mengurangi pergaulan bebas di kalangan remaja.
3.      Sebagai tindak lanjut pendidikan seks yang diajarkan orang tua dirumah.

4.3. Kendala yang di Hadapi Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks
Di dalam pelaksanaan pendidikan seks, ada beberapa faktor penghambat yang dihadapi oleh orang tua yaitu: pengetahuan, kesadaran, ekonomi serta tingkat pendidikan orang tua yang rata-rata menengah.
Dewasa ini, orang tua belum mampu secara maksimal memberikan pendidikan seks yang layak dan benar kepada anak-anak mereka  disebabkan oleh beratnya beban hidup yang harus dipikul oleh orang tua dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga mereka mempunyai keterbatasan waktu dengan anak-anak mereka di rumah. Di samping itu mereka pun tidak mengerti kapan dan di mana pendidikan seks mulai diberikan serta bagaimana cara menyampaikannya.
Selain faktor di atas, masih adanya anggapan bahwa mengajak anak  membicarakan seks akan menghilangkan kewibawaan dan membingungkan orang tua yang malu mengungkapkan persoalan-persoalan seksual. Sehingga banyak remaja yang senang membahas masalah seks dengan teman-temannya ketimbang dengan orang tua, karena hal ini dianggap sebagai hal yang tabu.  
Ada beberapa alasan kenapa orang tua merasa tidak nyaman membahas masalah pendidikan seks yaitu:
1.      Kurangnya pengetahuan untuk menjawab pertanyaan mengenai seksual maupun reproduksi.
2.      Tidak efektifnya komunikasi anak dan orang tua.
3.      Tidak terciptanya suasana keterbukaan, kenyamanan antara anak dan orang tua.

4.4. Kendala yang Dihadapi Sekolah Dalam Pemberian Pendidikan Seks
Sampai saat ini, pemerintah Republik Indonesia belum meresmikan  pendidikan seks dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Tapi Cara pengajaran dan materi dipakai untuk mengajar pendidikan seks di sekolah diserahkan sepenuhnya pada  sekolah yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan.
Kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mulai ada pada tahun 1980-an di sekolah dengan tujuan mendidik dan menyadarkan generasi muda tentang kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab. Pendidikan seks di sekolah-sekolah indonesia adalah pengetahuan reproduksi seksual secara biologis daripada masalah seks di konteks sosial.
Namun, masalahnya adalah begaimana teknis pelaksanaan. Apakah pendidikan seks dan reproduksi sehat itu dimasukkan dalam pengembangan diri dalam ekstrakurikuler, yang mana sifatnya hanya pilihan atau dikaitkan dalam bidang yang lain. Jika kurikulum mengenai pendidikan seks dan reproduksi dimasukkan dalam intrakurikuler, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar program pendidikan seks dan reproduksi sehat ini dapat berjalan dengan lancar. Adapun aspek-aspek yang harus dipersiapkan antara lain ádalah kurikulum yang meliputi
1.      Standar kompetensi dan kompetensi dasarnya
2.      Siapa gurunya
3.      Berapa waktu yang disediakan
4.      Bagaimana media yang digunakan
5.      Bagaimana sistem penilaiannya
6.      Bagaimana sarana dan prasarananya
Di sisi lain, yang perlu juga diketahui adalah apakah anak sudah siap secara psikologis maupun fisiologis, dan apakah mayarakat sudah siap menerima kenyataan bahwa kehidupan pribadi dan dewasa dibicarakan secara terbuka.
Di samping aspek kurikulum, guru, siswa, masyarakat juga perlu dipikirkan terlebih dahulu, karena pada dasarnya tingkat perkembangan psikologis anak remaja berbeda dengan orang dewasa misalnya mahasiswa. Sehingga harus dipertimbangkan dan dipersiapkan secara matang agar program pendidikan ini justru tidak menjadi bumerang bagi kehidupan anak, karena tergesa-gesa karena tuntutan modernisasi kesalahan dalam mendesainnya.

4.5. Cara Menanggulangi Kendala-Kendala yang Dihadapi
Pemberian pendidikan seks merupakan tanggung jawab semua kalangan, baik orang tua, pemerintah maupun masyarakat. Sehingga dalam penyampaiannya tidak salah dan menjerumuskan remaja dalam pergaulan bebas.
Orang tua dan sekolah merupakan mitra dalam pendidikan anak, maka mereka harus berkerja sama dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam diri anak dan remaja. Adapun cara dalam penyampaian pendidikan seks yaitu dengan cara sosialisasi yang memerlukan dukungan dan partisipasi dari semua kalangan yaitu pemerintah pusat, daerah, desa, BKKBN, LSM sebagai mediator penyediaan saran sosialisasi.
         
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan
Dari analisis permasalahan yang telah diuraikan, ada beberapa hal dapat disimpulkan:
1.      Salah satu perkembangan yang terjadi pada remaja ialah perkembangan seksual. Pendidikan seks yang benar sangat dibutuhkan oleh remaja agar dorongan seksual tidak disalahgunakan.
2.      Orang tua adalah madrasah pertama bagi pendidikan anak, termasuk pendidikan seks. Karena orang tua adalah pihak yang paling tahu dan paling mengerti seperti apa anak mereka. Sehingga orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap semua pendidikan yang didapatkan anaknya, begitu pula pendidikan seks.
3.      Selain orang tua, yang bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian dan perilaku remaja adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di sekolah, anak  mendapatkan pendidikan seks secara sistematis dan terprogram.
4.      Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan seks bagi orang tua adalah kurangnya pengetahuan, tidak tahunya cara penyampaian, kurangnya keterbukaan, serta keterbatasan intensitas pertemuan antara anak dan orang tua.
5.      Pendidikan seks merupakan tanggung jawab semua pihak, yang memerlukan kerjasama antara pemerintah pusat, daerah, desa, BKKBN, Dinas Kesehatan, serta LSM sebagai mediator sosialisasi pendidikan seks.




5.2. Saran
    Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan:
1.      Kepada orang tua agar lebih memperhatikan perkembangan anak menginjak usia remaja mengenai perkembangan seksual anak serta memberikan pendidikan seks secara baik dan benar.
2.      Kepada sekolah agar melaksanakan program sosialisasi pendidikan seks kepada remaja dengan memanfaatkan OSIS (Organisasi Intra Sekolah) serta KOMITE sekolah sebagai wakil orang tua.
3.      Kepada pemerintah pusat, daerah, desa, BKKBN, LSM agar lebih intens lagi mengadakan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan seks.
DAFTAR PUSTAKA



Anonim. Tanpa Tahun. Pendidikan Seks. http://situs.kesrepro.info//krr/referensi.htm [14 September 2008].
Anonim. Tanpa Tahun. Seksologi, Antara Perlu dan Tabu. http://www.google.com [14 September 2008]
Anonim. Tanpa Tahun. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja dan anak. http://www.google.com [20 Oktober 2008]
Admin. Tanpa Tahun. Pelajaran Seks Bantu Anak Laki-laki Bilang “Not to sek” http://www.f-buzz.com/tag/pesta)
Mu’tadin, Zainun. 2002. Pendidikan Seks Pada Remaja. www.e-psikologi.com.
Athar, Syahid. Tanpa Tahun. Sex Education, Teenaga Pregnacy,Sex in Islam and Marriage. http://www.islamawareness.net. [13 September 2008]
 Lis, 2003. Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Seks Anak. http://www.google.com [15 Mei 2008)
Rawis, 2008. Bagainama cara memberipPendidikan sex pada anak sehingga anak tidak terjerumus. http://www.google.com. [15 mei 2008]
Syarifudin, Nurhayati. 2007. Pendidikan Seks pada Keluarga, Remaja dan Anak. Makalah yang disampaikan pada acara seminar perempuan dengan tema Seksologi; Antara Perlu dan Tabu.
Warso, AWDD dkk. Tanpa tahun. Apa perlu pendidikan sex masuk dalam kurikulum sekolah?. http://www.google.com. [10 Juli 2008]
Zurayk, M. 1994. Aku dan Anakku. Bandung: Al Bayan











0 comments: