(Refleksi atas hari Sumpah Pemuda)
-Kami poetera dan poeteri indonesia mengakoe bertoempah-darah jang satoe, tanah Indonesia.
-Kami poetera dan poeteri indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
-Kami poetera dan poeteri indonesia mendjoendjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Euforia heroik hari lahir Sumpah Pemuda masih tetap kita rasakah hingga saat ini. Dengan semangat nasionalisme yang luar biasa, mereka mempertahankan tanah kelahiran tercinta. Ketika kebanyakan orang asyik dengan diri sendiri, mereka tampil di barisan terdepan dalam kesatuan aksi pembaruan. Lalu menggemalah sumpah setia pemuda Indonesia; satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air.
Itulah awal mula eksistensi gerakan sadar pemuda negara ini. Semangat patriotisme telah bangkit. Keterpurukan yang diakibat oleh penjajahan tak bermoral menyatukan semangat mereka berjuang sampai pekik suara terakhir dan tumpah darah penghabisan. Sebuah pengorbanan yang sangat luar biasa dalam lintas sejarah gerakan pemuda Indonesia.
Namun, pemuda masa kini memiliki tantangan lebih kompleks dibanding dengan era tahun 1928 atau 1945. Jika dulu semangat patriotisme pemuda diarahkan untuk melawan kolonialisme, kini semangat nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi aneka kepentingan yang mengancam keutuhan negara. Sementara tantangan terbesar di abad modern ini adalah dehumanisasi moralitas bangsa yang disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang ditenggarai oleh percepatan arus teknologi, informasi, dn komunikasi. Globalisasi telah merongrong komitmen pemuda akan masa depan dan cita-cita bangsa dan negara.
Ada sosok-sosok pemuda yang idealis, yang mencoba merealisasikan idealismenya ke ranah tatana sosial guna mengaplikasikan diri sebagai prokmator perubahan (agen of change). Pemuda seperti ini memainkan peran nyata di tengah-tengah publik yang akan terus dinantikan kehadirannya. Sebaliknya, ada pula sosok-sosok pemuda yang loyo dan pemalas, yang tergerus oleh efek dari perubahan zaman. Pemuda seperti ini hanya menjadikan dirinya sebagai bagian dari penyakit sosial; mabuk-mabukan, nge-fly, berjudi, tindak kriminal dan lainnya.
Pemuda sebagai pewaris masa depan memiliki peran penting dalam menghadapi arus globalisasi. Paling tidak ia harus memiliki pemahaman yang baik dan benar akan hakikat dan makna globalisasi, berikut manfaat dan mudharatnya. Disamping itu, kepandaian dan kecerdasan pemuda dalam menyikapi dan memerankan diri di tengah arus globalisasi menjadi kesadaran mutlak yang harus dimiliki sehingga tidak terjerumus pada ranah pragmatisme.
Pemuda dewasa ini diharapkan tetap berpegang teguh atas keyakinan dan idealisme sebagai manusia yang berbangsa dan beragama. Kecenderungan dalam menyikapi dan menentukan pilihan, tidak lepas dari bagaimana pemuda mampu memposisikan diri. Disinilah akan terjadi pergulatan bagaimana pemuda bisa menginterpretasi nilai-nilai humanitas sebagai bentuk konfrontasi dari dehumanisasi serta mengaktualisasikannya secara tepat-guna.
Dengan demikian, ada beberapa hal yang perlu menjadi pijakan pemikiran pemuda. Pertama, inspirasi heroik masa lalu harus menjadi landasan filosofis yang menginspirasi peran pentingnya dalam membangun bangsa; kedua, mengubah paradigma negatif menjadi positif-progresif dalam kaitannya dengan kondisi dan situasi zaman yang terus dinamis dengan memandang globalisasi sebagai peluang, bukan ancaman; ketiga, dukungan pemerintah dan para stake holder untuk memberikan ruang gerak yang luas bagi pemuda untuk selalu menciptakan kreasi baru. Daya kritis dan energi positif tidak boleh dijadikan penghambat, melainkan akselerator masa depan.
Pada akhirnya, ungkapan Soekarno “Berikan Aku Sepuluh Pemuda, Niscaya Aku Akan Aku Mengubah Dunia”, menjadi sebentuk apresiasi masa lalu, masa kini dan masa depan yang akan selalu menggema. Sejauh peran pemuda diapresiasi dengan baik, daya cipta mereka diberikan ruang gerak yang luas, dan menjadikan diri mereka sebagai subjek, maka sejauh itu pula pemuda akan selalu menjadi bagian penting dari sejarah kebangkitan bangsa ini.***
0 comments:
Post a Comment