Dalam sebuah kutipan wawancara yang dilakukan oleh K.H Imanul Haqq, pimpinan Ponpes Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat kepada (Alm) KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gusdur adalah tentang moralitas. Menurut Gus Dur Indonesia yang semrawut ini karena dua aspek moralitas, yaitu akhlak dan kejujuran tidak dipakai. Disinilah, kata Gusdur, orang harus berhati-hati terhadap moralitas (akhlak) dan orang yang ngomong moralitas itu belum tentu bermoral.
Jujur memiliki
pengertian menyatakan sesuatu yang sebenarnya. Dengan demikian jujur merupakan
sebuah usaha untuk menyampaikan yang sebenarnya. Nabi Muhammad merupakan suri
tauladan yang yang baik (lihat Surat al-Ahzab: 21). Kejujuran beliau tergambar
pada salah satu sifatnya yaitu, Siddiq (benar). Benar di sini bukan hanya meliputi
perkataan, tapi juga perbuatannya juga benar. Karena jujur merupakan salah satu
dari sifat nabi, kita sudah dapat mengukur seberapa penting kejujuran itu.
Berangkat dari pernyataan
di atas menarik disimak untuk menakar sejauh mana kejujuran seseorang saat ini.
Namun demikian, pembahasan ini bukan berarti ingin memvonis kejujuran
seseorang. Tidak. Tetapi lebih kepada sejauh mana harga sebuah kejujuran itu
dalam konteks kekinian. Kejujuran merupakan asas terpenting bagi setiap manusia
dan merupakan harga dalam agama Islam. Orang yang jujur dapat mendatangkan
kasih sayang kepada manusia. Tidak hanya itu, sifat jujur juga akan
mendatangkan rahmat dan kasih sayang dari Allah.
Di samping itu, orang
yang jujur akan mempengaruhi tingkat martabat seseorang, karena jujur sifat
jujur akan melahirkan amanah, yakni dapat dipercaya. Sekali saja melakukan
kebohongan maka orang itu takkan di percaya selamanya.
Seiring perubahan zaman,
banyak sekali praktek ketidak jujuran di negeri ini. Kejujuran menempati nomor
yang kesekian dalam hidup ini. Pepatah “jujur maka akan mujur” sudah berubah
menjadi “jujur maka akan terbujur.” Aneh memang namun begitulah fakta yang
berbicara: yang terpenjara dan yang salah tertawa. Memang, kejujuran akan
menjadi hal yang sulit bila dibenturkan dengan ralita yang menghambakan
materialitas.
Untuk menjadi hamba yang kaffah, sebenarnya Nabi
Muhammad sudah me-warning hambanya untuk senantiasa bersikap jujur, karena
kejujuran menjadi salah satu pembeda seseorang dengan orang munafik.
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berkata , ia berdusta. Apabila
berjanji, ia berkhianat. Apabila diberi amanah, ia menyalahi.” (HR. Bukhari).
Kaitannya dengan sifat
jujur, banyak dalil-dalil, baik dari al-Quran maupun Hadits—yang tidak bisa
disebutkan semuanya yang menyuarakan tentang kejujuran. Namun, semua itu tiada
berguna dan hanya membuahkan azab apabila hamba-Nya tetap mengacuhkannya.
Oleh karena itu,
bentuklah sikap jujur dalam diri kita, baik dimulai dari sikap, perbuatan, dan
perkataan.
0 comments:
Post a Comment