Wednesday, June 1, 2011

Urgensitas Pendidikan Pancasila Dalam Pendidikan Kita

(Rafleksi Atas Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945)

Saat ini, Indonesia di mata dunia lebih “populer” dengan negara teroris, bukan negara Pancasila, negara Maritim, ataupun Nusantara. Faktor ekonomi serta konflik kekerasan atas nama agama yang tak pernah usai semakin membuka peluang bahwa Indonesia adalah benar-benar gerbongnya teroris. Lihat saja, pasca peristiwa bom di Bali, teror bom buku, dan yang terbaru adalah kasus “cuci otak” yang dilakukan oleh kelompok Negara Islam Indonesia (NII).

Pada kasus yang terakhir, salah satu misi yang diusung NII adalah menghapus pancasila sebagai ideologi negara dan menempatkan syariat Islam sebagai landasan hukum negara. Peristiwa ini mengancam “eksistensi” kalimat pada tali pita yang terjepit di kedua kaki lambang negara kita, burung Garuda, yakni Bhennika Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.

Tentunya kita masih ingat pada hasil rumusan Piagam Jakarta, yang dihadiri oleh tokoh lintas agama dan etnis yang menyepakati bahwa pancasila sebagai ideologi negara sudah final. Ke lima sila tersebut sudah melandasi dan mengakomudir dari semua perlbagai agama, suku, ras, dan budaya negara Indonesia. Lalu dimanakan posisi dan nilai-nilai pancasila sebagai ideologi negara saat ini?


Berbicara pancasila, saya kembali teringat pada memoar masa lalu, ketika masih menenteng tas, berseragam merah-putih, serta memakai dasi yang di depannya bertulis Tut Wuri Handayani. Ketika masih berstatus siswa kelas II Sekolah Dasar (SD) itu, saya sempat diajarkan materi Pendidikan Pancasila atau Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada materi itu saya diajarkan bagaimana cara membina kerukunan antar umat beragama, menumbuhkan sikap toleransi dan membangun semangat gotong royong, serta menerapkan asas musyawarah untuk mufakat sebagai ciri khas dari tegaknya demokrasi. Namun saat ini, setelah saya kembali lagi ke lembaga tersebut dengan status yang berbeda, saya sudah tak menemukan materi itu lagi, hanya ada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), yang bagi saya cakupannya lebih luas daripada Pendidikan Pancasila karena masih ada kewarganegaraannya.

Namun pada mata pelajaran tersebut, nilai-nilai luhur pancasila memiliki ruang yang semakin sempit, karena mata pelajaran itu lebih mengunggulkan aspek birokrasi pemerintah, yakni indoktrinasi hak dan kewajiban sebagai warga negara (nasionalisme). Seperti yang dikatakan oleh Aburizal Bakrie, bahwa menempatkan Pendidikan Pancasila Hanya bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bentuk pengerdilan dari pancasila itu sendiri (Kompas, 11/5/2011).

Secara makro sistem pendidikan di Indonesia banyak dikendalikan oleh political will negara. Artinya, seluruh sistem pendidikan mengacu pada kecenderungan politis sehingga falsafah pendidikan hampir tidak terefleksi dalam tindakan pendidikan maupun pembelajaran. Sistem pendidikan banyak digunakan sebagai kendaraan untuk transmisi sosial membangun kehidupan bersama dan menomerduakan keberagaman demi kepentingan keutuhan/persatuan. Sehingga pada poin ini terjadi pereduksian nilai-nilai sebagai warga negara seutuhnya.

Teka-teki bergantinya kurikulum pada setiap pergantian menteri merupakan salah satu bukti dari adanya pengaruh politik di dalam menentukan kebijakan pendidikan. Begitu juga kasus perdebatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sikdiknas pada tahun 2003. Pergantian kurikulum: Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semakin memupus eksistensi pendidikan Pancasila.

Tulisan ini bukan dalam rangka menghakimi pemerintah atau pula mengecam pendidikan kita saat ini. Tetapi lebih pada dorongan keresahan pribadi atas kekerasan yang kerap melanda negara ini. Bagi saya Pendidikan Pancasila merupakan salah satu solusi guna menyelamatkan negara ini dari kekerasan. Lima nilai yang menggantung di leher burung garuda itu adalah rangkaian dari kemajemukan bangsa kita.

Sosial, ekonomi, agama, dan politik yang terjadi bukanlah penyebab utama kerapuhan nasionalisme bangsa ini. Tetapi, faktor utamanya adalah pancasila sebagai ideologi negara yang sudah tak diperhatikan lagi. Kita tak menyadari bahwa sebenarnya bangsa inilah yang sebenarnya mereduksi nilai-nilai tersebut secara perlahan.

Pendidikan Pancasila merupakan pendidikan yang amat fundamental guna menegakkan moralitas bangsa. Tak perlu lah mendiskreditkan Pancasila apalagi menghapusnya dalam satu pokok pempelajaran. Apalagi hanya dengan alasan karena nilai-nilai yang terkandung pada kelima pasal itu adalah reproduksi dari pemikiran “penjajahan” Orde Lama dan Orde Baru.

Ironis sekali, jika Pancasila sebagai ideologi negara tidak diperhatikan nilai-nilainya dalam tatanan pendidikan. Jika demikian itu terjadi, yang membunuh negara ini bukanlah siapa-siapa, melainkan bangsanya sendiri.

2 comments:

nay said...

izin ambil gambar Garuda Pancasilanya ya

Pewaris Nusantara said...

Ijin Gambar garudanya, bung, di publish di www.pewarisnusantara.com