Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, penulis patut panjatkan p puja dan puji syukur atas hadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan taufiq, hidaya, serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu atau bisa merampung dan merealisasikan makalah sederhana ini.
Kedua, tak lupa kami haturkan solawat serta salam kepada sang proklamator kita yakni baginda nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari yang awalnya ummi, hingga menjadi insan yang peka terhadap tulisan.
Dalam makalah ini penulis mengangkat kajian tokoh yaitu Mansur Al Hallaj, dengan judul makalah “ANA’L HAQQ; Mengungkap Misteri Sufi Besar Mansur Al Hallaj”. Makalah ini mengurai sikap pro dan kontra para ulama’ sufi tentang setatus anal haqq yang terus diteriakkannya. Dalam wacana tentang al hallaj masih mengundang tanda tanya, apakah ia "zindiq" atau kafir.
Dalam dunia tasawuf, para sufi seringkali dianggap sebagai orang shalih yang jiwanya telah mencapai suatu tingkat keruhanian berada di atas orang-orang biasa. Mereka tahu apa yang orang biasa tidak tahu, mereka merasakan apa yang orang biasa tidak merasakannya.
Karena didorong maksud baik untuk berbagi kebahagiaan yang mereka rasakan dalam pengalaman keruhanian atau biasa disebut sebagai pengalaman sufistik, para sufi itu berusaha menjelaskan pengalaman batin yang mereka rasakan, namun. seringkali tak terwadahi oleh kata-kata dan tak terpahami oleh masyarakat biasa. Biasanya para sufi itu menjelaskan banyak sekali menggunakan simbolisme, metafora-metafora.
Oleh karena itu mereka tidak bisa dipahami hanya dari segi zahiriyahnya saja. Maka terjadilah kesalahpahaman yang meresahkan, suatu keadaan yang tak diinginkan oleh para tokoh agama yang diakui dan merasa mempunyai otoritas untuk merumuskan, menafsirkan dan menjaga kemurnian atau ortodoksi ajaran agama.
Kejadian seperti inilah yang dialami antara lain oleh Al Hallaj, salah seorang tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah tasawuf. Ia harus mengakhiri hidupnya di atas tiang gantungan dengan pesetujuan khalifah al-muqtadir billah dan gurunya, hazrat junayd .
Ini hanya kisah ringkas dari dari kata Anal Haqq dan sufi Mansur Al Hallaj yang menjadi tumbal dari pernyataan Anal Haqq.
Guluk-Guluk, 30 Mei 2009
Penulis
Fandrik Haris Setia Putra
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fenomena dalam dunia tasawuf penuh dengan lika-liku yang terkadang tidak bisa dipandang dengan cara lahiriyah saja. Butuh pemahaman rohaniyah yang memang menjadi subyek akan tercapainya tujuan dalam tasawuf.
Bagi kaum sufi, berkonsentrasi melalui ruhaniyah (Tajribah Ruhiyah) untuk mencapai penyucian hatinya (Tazkiyatun An-Nafs) secara kontinue. Secara praktis, dalam dunia kesufian, revolusi kesufian ini lazim ditempuh melalui pelatiha spiritual yang terformulasikan dalam maqamat ruhiyah. Yakni kedudukan seorang hamba di hadapan allah Swt. yang digapai bermacam-macam, melalui ibadah, mujahadah, riyadlah, serta hanya mempersembahkan jiwa ragasnya hanya kepada allah.
Kisah tentang Al-Hallaj tidak lekang dipendengaran. Seputar issue tentangnya masih banyak didiskusikan, apakan ia kafir dengan ucapannya ataukah itu hanya luapan ruhaninya saja yang sudah merasa “menemukan” tuhan. Sehingga dengan begitu sah-sah saja ia memanifestasikannya melalui ucapan sebab,tidak mampu memendam ma’rifa-tnya kepada allah.
Akan tetapi, konsekuensi dari ucapannya yang dengan lantang mengatakan Anal Haqq mengantarkannya ke tiang gantung dan sampai disanalah akhir dari prjalanan hidupnya.
Bagi sebagian ulama islam, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid'ah, sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran (Al-Haqq) adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri.
Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain. Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut.
Tragis! Begitulah kesan yang nyaris sepenuhnya tepat untuk melukiskan tragedi kematian Abu Mansur al-Hallaj (244-309 H/957-922 M), sang sufi besar yang kontroversial itu. Tubuhnya yang renta diseret, disalib, tangan dan kakinya dipotong, lalu dibakar dan abunya dibuang ke laut.
2. Ruang Lingkup Pembahasan
Makalah ini akan membahas seputar pemikiran Al-Hallaj hingga sampai mengeluarkan kata-kata yang diangggap kafir oleh sebagian ulama’ sufi. Juga membahas tentang jalan pemikiran Al-Hallaj yang menjadi asal-usul dibalik mengucapkan kata yang kontrofersial itu dikalangan pemerintah dan ulama’sufi terkait dengan sikap dan perilakunya dalam bertasawuf.
Pro-kontra tetap menghiasi perdebatan tersebut. Bahkan ada sebagian ulama’ mengkorelasikn ajaran tasawuf Al Hallaj sama dengan tasawufnya Syekh Siti Jenar yang juga mengalami nasib tragis ketika harus menghadapi hukuman mati yang dijatuhkan penguasa Demak, didukung penuh oleh Dewan Agama yang dipimpin wali Songo, karena dianggap telah membuka tabir rahasia ketuhanan dalam dirinya, yaitu manuggaling kawula Gusti. Jika Al Hallaj tewas dipancung kepalanya, Syekh Siti Jenar memilih sendiri cara untuk mati.
3. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pemahaman sekaligus menghindari kesalahpahaman terhadap makalah yang kami buat, maka kami akan menyusun beberapa rumusan masalah, di antaranya :
a. Seputar pengenalan terhadap al hallaj
b. Menelaah karomah dan pemikiran al hallaj
c. Pengaruh atau sikap para ulama’sufi terhadap ajarannya
d. tentang kebenaran Anal Haqq
4. Batasan Masalah
Kami membatasi makalah kami ini karena kemampuan kami masih kurang mumpuni untuk melakukan penelitian lebih jauh terhadap masalah kajian tasawufnya al hallaj, karena persoalan itu merupakan masalah yang sangat kompleks dan membutuhkan penelitian lebih mendalam.
Di dalam makalah ini kami hanya membahas seputar
- Tentang kehidupan al hallaj
- Beberapa karomah yang dimilikinya
- pemikirannya
- Pandangan Orang Sufi terhadap “Anal Haqq”
- Dibalik Anal Haqq-nya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sekilas Tentang Al-Hallaj
Al- Hallaj merupakan salah seorang sufi besar dan paling terkenal pada abad ke-9 dan ke-10. Ia bahkan sering disebut sebagai sufi paling populer pada masa itu. Popularitas tersebut dikarenakan kehidupan dan pemikirannya yang mengundang kontroversi, pertentangan, bahkan eksekusi yang menimpa terhadap dirinya. Hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya merupakan usaha para ulama dan penguasa yang menuduhnya melakukan penghinaan terhadap Tuhan. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran", ucapan yang membuatnya dieksekusi secara brutal.
Nama lengkapnya adalah Husain ibn Mansur Al-Hallaj , seorang ulama sufi yang kelak berpengaruh dalam peradaban teosofia Islam, sekaligus menjadi watak misterius dalam sejarah Tasawuf Islam. lahir di tengah pergolakan intelektual, filsafat, politik dan peradaban Islam, di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866 M. Ia merupakan seorang keturuna Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam.
Pada usia 16 tahun, ia berada di Tustar belajar tasawuf dengan Abdullah Tustari dan pada usia 18 tahun ia berangkat ke Basrah dan Bagdad. Di Bagdad ia belajar dengan Junaidi al-Bagdadi dan Amru bin Usman al-Makki.
Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Abul Husain an-Nury, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.”
Setelah menunaikan ibadah haji ia kembali ke Bagdad dan selanjutnya ia mulai mengembara ke Ahwaz, Hurasan, Turkistan, dan ke India ia mempelajari filsafat Hindu dan Budha dan juga mempelajari mistik dan astronomi. Pada usia 58 tahun ia kembali ke Bagdad dengan membawa ajaran yang mengagetkan para ulama fikih dan ahli tasawuf.
2. Karomah Al-Hallaj
Beliau memiliki begitu banyak karomah semasa hidupnya. Suatu hari Al-Hallaj melewati sebuah gudang kapas dan melihat seonggok buah kapas. Ketika jarinya menunjuk pada onggokan buah kapas itu, biji-bijinya pun terpisah dari serat kapas.Beliau juga dijuluki Hallaj Al Asrar karena mampu membaca pikiran orang dan menjawab pertanyaan mereka sebelum ditanyakan kepadanya.
Saat menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya, al-Hallaj pergi ke sebuah gunung untuk mengasingkan diri bersama beberapa orang pengikutnya. Sesudah makan malam, al-Hallaj mengaakan dia ingin makan manisan. Semua muridnya kebingungan lantaran semua perbekalan telah habis. al-Hallaj tersenyum dan berjalan menembus kegelapan malam. Beberapa menit kemudian al-Hallaj kembali sambil membawa makanan berupa kue-kue hangat yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Al-Hallaj kemudian meminta semua muridnya makan bersama. Seorang murid Al-Hallaj penasaran dan ingin tahu dari mana Al-Hallaj memperoleh makanan tersebut dan menyembunyikan kue bagiannya. Ketika mereka kembali dari dari pengasingan diri, sang murid ini mencari seseorang yang mengetahui asal kue itu. Akhirnya salah seorang warga kota Zabib, sebuah kota yang jauh dari situ mengetahui bahwa kue itu berasala dari kotanya. Sang murid yang keheranan ini pun sadar bahwa al-Hallaj mempeoleh kue itu secara ajaib. "Tak ada seorang pun dan hanya jin saja yang sanggup menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat", katanya.
Pada kesempatan lain, Al-Hallaj mengarungi padang pasir bersama sekelompok orang dalam perjalanan menuju mekkah. Di suatu tempat sahabat-sahabatnya menginginkan buah ara. al-Hallaj pun mengambil senampan penuh buah ara dari udara. Kemudian mereka meminta Hlawa, al-Hallaj membawa senampan penuh halwa hangat dan berlapis gula serta memberikannya kepada mereka. Usai memakannya, mereka mengatakan bahwa kue itu khas suatu daerah di baghdad, irak. Mereka pun bertanya bagaimana al-Hallaj mendapatkannya dari negeri yang amat jauh tersebut. al-Hallaj pun menjawab bahwa baghdad dan padang pasir adalah sama dan tidak ada jarak diantaranya.
Kemudian mereka pun meminta kurma, al-Hallaj sejenak berdiri dan menyuruh mereka untuk menggerakan tubuh mereka seperti sedang menggoyang-goyang pohon kurma. Ketika mereka melakukannya makan kurma-kurma segar pun berjatuhan dari lengan baju mereka.
3. Pemikiran Al-Hallaj
Pemikiran Al-Hallaj berpangkal dari keyakinan bahwa Tuhan dapat ditemukan dalam kalbu masing-masing. Pemikiran tersebut mengantarkannya untuk merumuskan berbagai paham, diantaranya: kesatuan manusia dengan Tuhan (hulul), penciptaan alam melalui cahaya Muhammad (Nur Muhammad), dan kesatuan segala agama (wahdatul adyan). Al Hallaj percaya bahwa Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam tubuh manusia yang telah membersihkan sifat kemanusiaannya. Pengalaman ini membuatnya mengeluarkan ucapan Ana Al Haq (Akulah Sang Kebenaran). Pernyataan tersebut menjadi salah satu pokok tuduhan bahwa Al Hallaj telah mengaku sebagai Tuhan.
Pemikiran Al Hallaj merupakan tema unik bagi dunia tasawuf masa itu. Sebagian besar kaum sufi menolak pemikiran tersebut. Namun, pengaruh pemikirannya tetap tak terbendung. Pemikiran-pemikiran serupa lahir kembali di berbagai wilayah di masa selanjutnya. Bahkan, gagasan kesatuan manusia dengan Tuhan dalam paham hulul, juga mempengaruhi dunia tasawuf di Nusantara. Paham manunggaling kawula-gusti, sekaligus pengusungnya (Syekh Siti Jenar), memiliki banyak kemiripan dengan pemikiran dan kehidupan Al Hallaj.
4. Pandangan Orang Sufi terhadap ANAL HAQQ
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya.
Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar. Oleh karena itu Ibn At-Taymiyah, Ibn Al-Qayyim, Ibn An-Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya. Tetapi, ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam Al-Qutbiyyah. Dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Al Hujwiri mengatakan, Al Hallaj sepanjang hidupnya memakai jubah ketakwaan, senantiasa menegakkan shalat dan berzikir memuji Tuhan dan puasa terus menerus serta menyampaikan ujaran-ujaran yang tinggi dan bagus tentang tauhid. Tetapi ahli-ahli ilmu kalam menolaknya atas dasar bahwa kata-katanya bernafaskan pantheisme, namun apa yang dituduhkan itu cuma terletak pada ungkapan bukan pada maknanya.
Imam Al Gazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ANAL HAQQ". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya". Sehingga beliau, Rumi dan Fariduddin Al-Attar memberinya julukan "Syahidul Haq" (seorang syahid yang benar).
Pada hari ketika Al Hallaj akan dieksekusi, para sufi waktu itupun banyak yang berbeda pendapat tentang vonis mati yang dijatuhkan kepadanya. Diantara mereka ada sufi yang bisa memahami perasaan Al Hallaj sebagai seorang sufi. Namun ada juga sufi lain yang berpendapat bahwa Al-Hallaj memang pantas mendapat hukuman itu. Karena Al-Hallaj telah mengumumkan salah satu rahasia kaum sufi.
Asy Syibli berkata,"Aku dan Husein ibn Mansur Al Hallaj adalah sama. Hanya saja ia menampakkan sedang aku menyimpannya. Al Junaid pernah juga berkata kepada Asy Syibli," Kami menata rapi ilmu tasawuf ini, lalu kami simpan di ruang bawah tanah. Sedangkan Al Hallaj datang membawa ilmu tasawuf dan mengemukakan kepada khalayak manusia.
Setidak-tidaknya, bisa dijadikan tiga kelompok besar dari kalangan Ulama, baik fuqaha’ maupun Sufi terhadap pandangan-pandangan Al-Hallaj. Mereka ada yang langsung kontra dan mengkafirkan . ada pula yang secara moderat tidak berkomentar; dan ada yang langsung menerima dan mendukungnya.
Dari kalangan Mutakallimin yang mengkafirkan: Al-Jubba’i, al-Qazwiny, Nashiruddin ath-Thusy dan pengukutnya, Al-Baqillany, Ibnu Kamal, al-Qaaly, Dari kalangan Sufi antara lain, Amr al-Makky dan kalangan Salaf, diantaranya juga para Sufi mutakhir, selain Ahmad ar-Rifai’y dan Abdul Karim al-Jily, keduanya tidak berkomentar.
Mereka yang mendukung pandangan Al-Hallaj, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: At-Tusytary, Al-Amily, Ad-Dilnajawy, Ibnu Maqil, an-Nabulisy, Al-Maqdisy, Al-Yafi’y, Asy-Sya’rany dan Al-Bahtimy. Dari kalangan Mutakallimin, Ibnu Khafif, Al-Ghazaly dan Ar-Razy.Dari kalangan Filosuf pendukungnya adalah Ibnu Thufail. Sedangkan dari kalangan Sufi antara lain as-Suhrawardy al-Maqtul, Ibnu Atha’ As-Sulamy dan Al-Kalabadzy.
Kelompok yang tidak berkomentar, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: Ibnu Bahlul, Ibnu Suraij, Ibnu Hajar dan As-Suyuthy.Dari kalangan Sufi antara lain, Al-Hushry, Al-Hujwiry, Abu Sa’id al-Harawy, Al-Jilany, Al-Baqly, Al-Aththar, Ibnu Araby, Jalaluddin ar-Ruumy, Ahmad Ar-Rifa’y, dan Al-Jiily.
5. Akulah Kebenaran! dan hari-hari terakhir Al Hallaj
Ibnu Taymiyah tentu mengkafirkan Al-Hallaj, dan termasuk juga mengkafirkan Ibnu Araby, dengan tuduhan keduanya adalah penganut Wahdatul Wujud atau pantheisme.
Padahal dalam seluruh pandangan Al-Hallaj tak satu pun kata atau kalimat yang menggunakan Wahdatul Wujud . Wahdatul Wujud atau yang disebut pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosufis atas wacana-wacana Al-Hallaj. Bahkan yang lebih benar adalah Wahdatusy Syuhud (Kesatuan Penyaksian). Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan DzatNya dengan dzat makhluk.Para pengkritik yang kontra Al-Hallaj, menurut Kiai Abdul Ghafur, Sufi kontemporer dewasa ini, melihat hakikat hanya dari luar saja. Sedangkan Al-Hallaj melihatnya dari dalam.
Ana al-Haq adalah kesimpulan dari konsep realitas yang dibangun Hallaj dari negasi segala yang selain-Nya serta afirmasi Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran. Di sini Hallaj sebenarnya telah menerapkan kalimat la ilaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah) sepenuhnya dan seutuhnya. Bagi Hallaj, Tuhan adalah realitas absolut yang melahirkan realitas relatif, yaitu semesta dan segala isinya. Proses kelahiran realitas relatif melalui tingkat-tingkat realitas sehingga sampai pada satu titik ujung Nur Muhammad. Karena itu Nabi Muhammad saw adalah inti realitas semesta dengan citra Tuhan, yang disebut Ibnu Arabi sebagai al-mir'ah al-muhammadiyyah (cermin berupa Muhammad).
Sebagai realitas relatif, semesta yang berasal dari Tuhan mengemban citra (shurah) Tuhan dalam dirinya sehingga ia berfungsi sebagai tanda (ayat) Tuhan. Dalam diri manusia, Tuhan meletakkan citranya. Karena itu Ia akan selalu hadir dan "menampakkan diri" (tajalli) ketika manusia mengusahakannya. Hallaj--dalam perjalanan spiritualnya telah sampai pada tingkat merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. "Bila kau tak mengenali-Nya, kenalilah ayat-ayat-Nya. Dan Akulah tanda penampakan-Nya (tajalli). Ana al-Haq, Akulah Kebenaran! Ini karena tak henti-hentinya aku merealisasikan Kebenaran itu," kata Hallaj.
Pernyataan seperti ini didasarkan Hallaj pada pengalaman menyatu (unity experience) dirinya dengan Sang Kebenaran, setelah tidak puas dengan rumusan dan konsep tentang realitas absolut. Ia mengumpamakan dirinya dengan seekor ngengat yang terbang mengitari api. Tapi ia tidak puas dengan cahaya dan panas, sehingga ia masuk membakar diri, menyatu dengan api.
Hallaj sadar, penyatuan sepenuhnya tidak akan pernah tercapai selama dirinya masih terpenjara dalam tubuh yang fisik-material. Maka kematian adalah jalan yang harus dilewati untuk keluar dari penjara itu dan menyatu secara total dengan Tuhan yang sering ia sebut "Kekasih".
kasus itu sebelumnya duajukan pada khalifah muqtadir-billah, ia menolak memberi pesetujuan. kecuali kalau fatwa itu ditandatangani oleh hazrat junayd. fatwa itu kemudian dikirim sampai enam kali pada Junayd. Tapi kembali tanpa tanda tangan. khalifah, untuk yang ketujuh kalinya mngirimkan fatwa itu disertai permintaan khusus agar ia menjawab iya atau tidak. menghadapi hal itu, guru besar itu membuang gabardirnya dan mengenakan jubah keulamaannya. ia menulis pad surat jwabannya;“Menurut hukum syari’at, mansur dapat dijatuhi hukuman mati; tetapi menurut aajaran-ajaran rahasia kebenaran, tuhan adalah maha tahu!”
Ketika hendak dieksekusi, Al-Hallaj dengan tenang berkata, "Tuan-tuan telah menjalankan peraturan yang pantas atas orang-orang yang tuan anggap melanggar undang-undang. Memang, siapa yang dipandang melanggar undang-undang syariat patut dihukum." Kemudian dia mengangkat tangannya kelangit dan berdoa, " Tuhan, maafkan orang-orang tersebut, karena mereka tidak tahu apa yang aku alami."
Menurut para sufi, ketika itu pula terjadi banyak dialog antara para khalayak yang menyaksikan dia digantung. Banyak orang yang ingin bertanya kepada Al-Hallaj, karena itu adalah detik-detik terakhir Al-Hallaj. Salah satunya bertanya: "Apa itu tasawuf? Apa itu sufi?" Lalu kata Al-Hallaj : "Kematian saya sekarang ini adalah tahap paling rendah dalam tasawuf." Orang-orang bertanya, "Kalau begitu tahap apa yang paling tinggi dalam tasawuf ?" Al-Hallaj menjawab, "Engkau tidak akan sanggup mengetahuinya."
Kemudian Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama dengan aku, engkau berkata, ANA Al-HAQ. Engkau berkata ‘aku’. Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi melihat diriku."
Akhirnya Al-Hallaj dieksekusi, ketika algojo memotong kedua belah kakinya, Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya dan melakukan gerakan seperti wudhu dengan darah di kakinya. Kata dia: "Aku ingin menemui Tuhanku dalam keadaan berwudhu."
Akhirnya kedua tangannya pun dipotong, dia digantung, lehernya ditebas. Selama dua hari mayatnya dibiarkan ditonton orang-orang dialun-alun kota dan pada hari yang ketiga mayatnya dibawa kesungai dan dilemparkan ke dalamnya. Sebelum kematiannya, Al-Hallaj pernah berpesan kepada pembantunya, "Pada hari ketiga setelah aku mati, sungai di Baghdad akan sampai pada satu titik ketika sungai itu merendam kota Baghdad. Jika sampai ini terjadi, masukkanlah jubahku ke sungai tersebut."
Akhirnya, 24 zulkaidah, 309 tahun hijriyah, hukuman mati Al Hallaj dilaksanakan dan tamatlah peran peran lahiriyahnya. diceritakanlah bahwa tetesan darahnya yang jatuh kbumi dan berjulur membentuk huruf-huruf ANAL HAQQ dan menggemakan ANAL HAQQ. Dan ketika gumpalan tanah berdarah mansur itu dibuang ke sugai euphrat, sungsai itu pun kemudian menggemakan ANAL HAQQ.
BAB III
PENUTUP
Dengan penjelasan ini, tudingan kotor kepada sufi yang kadang-kadang dengan mengkonfrontasikannya dengan kehidupan Nabi dan Para Sahabat adalah keliru.
Dalam argumen-argumen yang diajukan misalnya, kita bisa baca bahwa mereka mengatakan, konsep-konsep yang diadopsi oleh para sufi itu tidak ada dalam kehidupan atau ajaran Nabi Saw maupun Para Sahabat sesudahnya. Saya pikir, itulah kesalahpahaman.
Hal itu, karena mereka menganggap bahwa kaum sufi menyatakan kedudukan tertinggi itu adalah seperti al-Hallaj (sesuai asumsi riwayat pertama), atau kondisi yang "mabuk" dan hilang kesadaran diri, tenggelam dalam (manifestasi kebesaran) Allah.
Kontroversi Al-Hallaj, sebenarnya terletak dari sejumlah ungkapan-ungkapannya yang sangat rahasia dan dalam, yang tidak bisa ditangkap secara substansial oleh mereka, khususnya para Fuqaha’ (ahli syariat). Sehingga Al-Hallaj dituduh anti syari’at, lalu ia harus disalib. Padahal tujuan utama Al-Hallaj adalah bicara soal hakikat kehambaan dan Ketuhanan secara lebih transparan.
Terbunuhnya Al Hallaj bukan karena ucapannya tetapi karena politik.Tetapi merupakan kesalahan Al Hallaj yang mengucapkan dan mengajarkan konsep Wahdatul Wujud (Ana Al-Haqq) kepada murid-muridnya. Bahwa hal tersebut adalah ilmu yang sangat pribadi dan hanya dimengerti oleh orang yang menerimanya. Selain itu, Al Haqq merupakan sifat-sifat Allah .
Setelah kematiannya sampai sekarang, berbagai macam sebutan yang diarahkan kepadanya. Ada yang mengatakannya sebagai pahlawan lagenda, ada yang menganggapnya sebagai orang yang memiliki karomah dan keajaiban, ada lagi yang menyatakan sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, tapi ada pula yang menganggapnya seorang dukun gadungan. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Mansur Al-Hallaj. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/mansural-hallaj
Penyejuk Iman, http://irdy74.multiply.com/recipes/item/68
Fenomena Al Hallaj dan Syeh Siti Jenar Dalam Sejarah Tasawuf
Kang kolis,Pemikiran al-Hallaj dalam Tasawuf Falsafi http://kang-kolis.blogspot.com/2009/01/pemikiran-al-hallaj-dalam-tasawuf.html
Lesmana, Indra, Husain Bin Manshur Al Hallaj: Kehidupan, Pemikiran, Dan Pengaruhnya Dalam Bidang Tasawuf (858-922 M) http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0608106-115716/
Syaikh ibrahim gazur i-illahi, Anal Haqq ; 1996, Srigunting, Divisi Buku Saku, Jakarta; Raja Grafindo Persada
Majalah Aula, Mencari Teduh Lewat Toriqoh, Edisi XXII April 2000
Al Hallaj, Akhbaru Al-Hallaj, Paris: Matba’ah Al-Qalam.tt
K.H Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Bandung: Mizan, September 2006