Bersiaplah Menjadi Artis!
“Ada tiga cara untuk menjadi penulis: menulis, menulis, dan menulis”
Ungkapan di atas mungkin sudah terlalau klise. Tapi, benar sekali ungkapan sastrawan gaek Kuntowijoyo itu bahwa untuk menjadi seorang penulis hanyalah menulis. Menulis adalah penyambung umur. Jika kita mati, tulisan akan membuktikan diri kalau kita ada. “Aku menulis, maka aku ada,” begitulah ungkapan (alm) Gus Zainal Arifin Thoha, pengasuh pesantren mahasiswa kutub, Yogyakarta.
Kiranya kurang berimbang jika saya nggak mengutip dari cendikiawan muslim sendiri mengenai menulis. Baiklah, kata Imam Al-Ghazali “Jika kau bukan anak seorang raja, maka menulislah”. ungkapan Imam Al-Ghazali itu memberi indikasi bahwa menulis bisa menjadi artis. Nah, mulai sekarang, budayakan menulis, agar kita menjadi ARTIZ…!!!
Sebenarnya apa sih yang dikatakan fiksi itu? Dalam karya sastra, fiksi juga disebut karya rekaan. Sebagai cerita rekaan, fiksi merupakan kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi pengarang. Biasanya yang termasuk dalam ragam fiksi adalah roman, novel, dan cerita pendek (cerpen). Fiksi dikaitkan dengan cerita yang mengada-ada, rekayasa, sampai pada absurditas. Benarkah demikian? Bagaimana dengan catatan harian yang anda tulis, apakah juga termasuk fiksi? Jangan terjebak pada kosa kata. Bereksperimenlah! Intinya menulis pengalaman ( panca indera) dengan bercerita.
Modal Awal Menuju Kesuksesan
Sulit nggak ya, jadi penulis? Benarkah menulis itu sulit? Memang tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Dan pertanyaan ini juga terus menerus ditanyakan orang dari generasi ke generasi.
Secara umum, sulit atau mudahnya sesuatu tergantung banyak hal, antara lain, niat, kemauan, serta anggapan dan keyakinan yang ada dalam pikiran kita. Jika niat dan kemauannya kuat, maka usaha untuk mencapainya juga akan lebih giat, sehingga proses pencapaiannya akan terasa lebih mudah.
Sebaliknya, jika kita menganggap sesuatu itu sulit, maka kesulitan pulalah yang akan kita hadapi. Lain halnya jika kita menganggap sesuatu itu mudah (ingat: menganggap mudah tidak sama dengan menganggap enteng), maka biasanya segala sesuatunya akan terasa lebih mudah. Berikut beberapa kiat menulis fiksi:
1. Mantapkan niat; Jangan takut jatuh!
“Jangan silau pada prestasi, silaulah pada proses!”
Ingat euy, segala perbuatan harus disertai niat, termasuk ketika menulis. Inilah software yang harus ditata terlebih dahulu sebelum berkutat dengan segala detil teknis penulisan seperti ide, plot atau ending. Niat harus dikokohkan! Aral menjadi seorang penulis sangat terjal, utamanya untuk menembus media; tidak diterima sekali saja sudah nyerah.
Joni Ariadinata, cerpenis senior FLP, dia harus menunggu karyanya hingga sampai ratusan kali untuk dimuat di media. Tpai, karena komitmen tertanam kuat, dia tidak menyerah begitu saja. Dan hasilnya, anda bisa lihat sendiri!
2. Mengejar Ide, Merangkai harapan
Jemputlah bola, jangan ditunggu, jika tidak, kau tidak akan pernah menendangnya, dan GOALLL! A.A Navis memilih nongkrong di toilet berjam-jam – hingga konon ia terserang wasir—demi mengejar sang ide. Jika kamu gimana? Yang penting, di mana enjoy ketika menulis, di situlah tempatnya.
Banyak yang ingin menulis selalu menunggu mood, nggak ada mood nggak menulis. Wah… itu namanya penulis kacau. Kelas teri campur tempe! Menulis fiksi selalau dituntut untuk mengasah otak, selalu bereksperimen dalam rumah kata. Eksperimen disini dimaksudkan untuk melahirkan ide-ide cemerlang serta berlatih untuk meracik diksi yang bagus, memukau, bombastis, dan tentunya tidak klise.
Orang yang disebut penulis adalah yang selalu menulis, tidak harus terkenal. Jika kedua syarat di atas sudah terpenuhi, anda adalah seorang penulis!
Menulis dan Membangun Cerita
Jangan batasi diri Anda! Tulislah kata apa saja yang muncul yang berhubungan dengan setting/lokasi, atau karakterisasi dan ide-ide yang sedang anda bangun sehingga sehingga membentuk gambaran cerita. Jika telah mempunyai gambaran alur ceritanya, itu lebih baik, tapi kalau belum juga tidak menjadi masalah. Ide-ide perlahan akan terbentuk dan berkembang dengan sendirinya asalkan memiliki kemauan kuat. Beberapa adegan, ide, kata, dan kalimat mungkin akan tampak kacau, namun anda masih bisa memperbaikinya.
Membangun cerita berarti membuat urutan adegan, membuat garis besar jalan cerita untuk plot/alur cerita yang akan Anda buat. Rangkailah beberapa adegan yang sempat terpotong-potong itu menjadi sederetan kalimat yang mengalir. Di tahap inilah Anda perlahan membangun garis besar cerita Anda. Saat Anda melakukan hal ini, carilah unsur-unsur kunci dalam cerita yang dapat memberi kesan dramatis.
Jika anda menulis tulisan panjang seperti novel. Mula-mula berilah nama untuk setiap adegan dan simpan di bagian Struktur Cerita. Terkadang saat inspirasi tidak kunjung datang, gunakan saja cara lama: "brainstorming" (membuat coretan kasar)! Tulis sebuah kata, lalu kata lain dan yang lain lagi.
Karakterisasi Cerita
Pada bagian ini anda akan dapat menentukan beberapa hal yang merupakan unsur-unsur umum dalam cerita:
1. Tema
Cerita seringkali ditentukan oleh tema. Pertentangan antara kebaikan dan kejahatan, pertumbuhan, kedewasaan, cinta, kebebasan, kematian dan lainnya. Di sini Anda diharap menentukan tema umum cerita. Disamping tema sebagai arah cerita, juga berfungsi sebagai pemilihan diksi yang akan dipakai dalam cerita itu.
2. Tujuan
Tujuan di sini mencakup segalanya; pembaca, pesan dan karakreristik media. Ingatlah, bagaimanapun juga sebuah cerita bukanlah tentang mengejar sebuah tujuan yang spesifik. Spesifikasi dari tujuan itu sendiri nantinya akan tertuang dalam pesan yang akan anda disampaikan dalam tulisan sekaligus memudahkan anda untuk menyampaikan pesan-pesan yang akan anda tulis.
3. Gaya Bahasa
Kekuatan dari sebuah cerita adalah sejauh mana anda merangkai kata serta mencari diksi yang terpat. Ingat, kualitas sebuah karya fiksi itu diukur oleh perasaan. Rangkailah bahasa sedemikian rupa, tentunya yang selaras dengan tema dan tujuan yang anda bangun. Tujuan gaya bahasa adalah memporak-porandakan perasaan pembaca. Pembaca seakan diaduk-aduk oleh derita yang anda bangun dan “terjatuh” ke dalam cerita itu.
Unsur Intrinksik dalam fiksi:
1. Tema : Merupakan pokok persoalan yang menjiwai seluruh cerita. Tema diangkat dari konflik kehidupan.
2. Plot : Dasar cerita; pengembangan cerita.
3. Alur : Rangkaian cerita.
- Dalam alur hubungan tokoh bisa rapat yaitu memusat pada satu tokoh; atau renggang yaitu tokoh berjalan masing2.
- Proses alur bisa maju; mundur; atau maju mundur.
- Penyelesaian Alur ada alur klimaks dan ada alur anti klimaks.
4. Setting : Tempat terjadinya cerita, terbagi menjadi :
- Setting geografis —-> tempat di mana kejadian berlangsung
- Setting antropologis —-> kejadian berkaitan dengan situasi masyarakat, kejiwaan pola pikir, adat-istiadat.
5. Penokohan : Tokoh baik (protagonis), tokoh yang jahat (antagonis), tokoh (tritagonis) dan tokoh tokoh sampingan (pembantu). Penghadiran tokoh bisa langsung dengan cara melakukan deskripsi, melukiskan pribadi tokoh; atau tidak langsung dengan cara dialog antar tokoh.
Bidang2 tokoh harus digambarkan :
- Bidang tampak : gesture, mimik, pakaian, milik pribadi, dsb
- Bidang yang tidak tampak : motif berupa dorongan / keinginan, psikis berupa perubahan kejiwaan, perasaan, dan religiusitas.
6. Sudut pandang : Penghadiran bisa dengan :
- Orang pertama pelaku utama: penulis terlibat sebagai tokoh utama
- Orang pertama pelaku sampingan: penulis menjadi bagian dari cerita tapi bukan sebagai tokoh sentral
- Orang ketiga: penulis tidak masuk di dalam cerita. Dia memposisikan diri sebagai narator (pencerita).
7. Suasana : Yang mendasari suasana cerita adalah penokohan karena perbedaan karakter sehingga menimbulkan konflik. Dengan konflik pengarang berhadapan dengan suasana menyedihkan, mengharukan, menantang, menyenangkan, atau memberi inspirasi.
Semua point ini harus dihadirkan secara utuh baik berupa cerpen, novel, drama, skenario film / sinetron, sehingga pembaca, pendengar, pemirsa mempunyai daya imajinatif; mempunyai tafsiran tentang tokoh, suasana, dsb; terhadap karya fiksi tersebut.
Jangan lupa : tema, plot, alur, dan setting juga harus jelas sehingga karya fiksi benar2 utuh sebagai karya seni bukan berupa sekadar curahan hati (seperti diary).
Sekarang! Tulislah Apa yang Anda Mau…..!
)*Rangkaian kalimat ini disampaikan pada pelatihan kepenulisan Ikatan Santri Pantai Utara (IKSAPUTRA) Putri tanggal 18 November 2010 di Prancak, Pasongsongan, Sumenep. (edisi revisi)
“Ada tiga cara untuk menjadi penulis: menulis, menulis, dan menulis”
Ungkapan di atas mungkin sudah terlalau klise. Tapi, benar sekali ungkapan sastrawan gaek Kuntowijoyo itu bahwa untuk menjadi seorang penulis hanyalah menulis. Menulis adalah penyambung umur. Jika kita mati, tulisan akan membuktikan diri kalau kita ada. “Aku menulis, maka aku ada,” begitulah ungkapan (alm) Gus Zainal Arifin Thoha, pengasuh pesantren mahasiswa kutub, Yogyakarta.
Kiranya kurang berimbang jika saya nggak mengutip dari cendikiawan muslim sendiri mengenai menulis. Baiklah, kata Imam Al-Ghazali “Jika kau bukan anak seorang raja, maka menulislah”. ungkapan Imam Al-Ghazali itu memberi indikasi bahwa menulis bisa menjadi artis. Nah, mulai sekarang, budayakan menulis, agar kita menjadi ARTIZ…!!!
Sebenarnya apa sih yang dikatakan fiksi itu? Dalam karya sastra, fiksi juga disebut karya rekaan. Sebagai cerita rekaan, fiksi merupakan kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi pengarang. Biasanya yang termasuk dalam ragam fiksi adalah roman, novel, dan cerita pendek (cerpen). Fiksi dikaitkan dengan cerita yang mengada-ada, rekayasa, sampai pada absurditas. Benarkah demikian? Bagaimana dengan catatan harian yang anda tulis, apakah juga termasuk fiksi? Jangan terjebak pada kosa kata. Bereksperimenlah! Intinya menulis pengalaman ( panca indera) dengan bercerita.
Modal Awal Menuju Kesuksesan
Sulit nggak ya, jadi penulis? Benarkah menulis itu sulit? Memang tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Dan pertanyaan ini juga terus menerus ditanyakan orang dari generasi ke generasi.
Secara umum, sulit atau mudahnya sesuatu tergantung banyak hal, antara lain, niat, kemauan, serta anggapan dan keyakinan yang ada dalam pikiran kita. Jika niat dan kemauannya kuat, maka usaha untuk mencapainya juga akan lebih giat, sehingga proses pencapaiannya akan terasa lebih mudah.
Sebaliknya, jika kita menganggap sesuatu itu sulit, maka kesulitan pulalah yang akan kita hadapi. Lain halnya jika kita menganggap sesuatu itu mudah (ingat: menganggap mudah tidak sama dengan menganggap enteng), maka biasanya segala sesuatunya akan terasa lebih mudah. Berikut beberapa kiat menulis fiksi:
1. Mantapkan niat; Jangan takut jatuh!
“Jangan silau pada prestasi, silaulah pada proses!”
Ingat euy, segala perbuatan harus disertai niat, termasuk ketika menulis. Inilah software yang harus ditata terlebih dahulu sebelum berkutat dengan segala detil teknis penulisan seperti ide, plot atau ending. Niat harus dikokohkan! Aral menjadi seorang penulis sangat terjal, utamanya untuk menembus media; tidak diterima sekali saja sudah nyerah.
Joni Ariadinata, cerpenis senior FLP, dia harus menunggu karyanya hingga sampai ratusan kali untuk dimuat di media. Tpai, karena komitmen tertanam kuat, dia tidak menyerah begitu saja. Dan hasilnya, anda bisa lihat sendiri!
2. Mengejar Ide, Merangkai harapan
Jemputlah bola, jangan ditunggu, jika tidak, kau tidak akan pernah menendangnya, dan GOALLL! A.A Navis memilih nongkrong di toilet berjam-jam – hingga konon ia terserang wasir—demi mengejar sang ide. Jika kamu gimana? Yang penting, di mana enjoy ketika menulis, di situlah tempatnya.
Banyak yang ingin menulis selalu menunggu mood, nggak ada mood nggak menulis. Wah… itu namanya penulis kacau. Kelas teri campur tempe! Menulis fiksi selalau dituntut untuk mengasah otak, selalu bereksperimen dalam rumah kata. Eksperimen disini dimaksudkan untuk melahirkan ide-ide cemerlang serta berlatih untuk meracik diksi yang bagus, memukau, bombastis, dan tentunya tidak klise.
Orang yang disebut penulis adalah yang selalu menulis, tidak harus terkenal. Jika kedua syarat di atas sudah terpenuhi, anda adalah seorang penulis!
Menulis dan Membangun Cerita
Jangan batasi diri Anda! Tulislah kata apa saja yang muncul yang berhubungan dengan setting/lokasi, atau karakterisasi dan ide-ide yang sedang anda bangun sehingga sehingga membentuk gambaran cerita. Jika telah mempunyai gambaran alur ceritanya, itu lebih baik, tapi kalau belum juga tidak menjadi masalah. Ide-ide perlahan akan terbentuk dan berkembang dengan sendirinya asalkan memiliki kemauan kuat. Beberapa adegan, ide, kata, dan kalimat mungkin akan tampak kacau, namun anda masih bisa memperbaikinya.
Membangun cerita berarti membuat urutan adegan, membuat garis besar jalan cerita untuk plot/alur cerita yang akan Anda buat. Rangkailah beberapa adegan yang sempat terpotong-potong itu menjadi sederetan kalimat yang mengalir. Di tahap inilah Anda perlahan membangun garis besar cerita Anda. Saat Anda melakukan hal ini, carilah unsur-unsur kunci dalam cerita yang dapat memberi kesan dramatis.
Jika anda menulis tulisan panjang seperti novel. Mula-mula berilah nama untuk setiap adegan dan simpan di bagian Struktur Cerita. Terkadang saat inspirasi tidak kunjung datang, gunakan saja cara lama: "brainstorming" (membuat coretan kasar)! Tulis sebuah kata, lalu kata lain dan yang lain lagi.
Karakterisasi Cerita
Pada bagian ini anda akan dapat menentukan beberapa hal yang merupakan unsur-unsur umum dalam cerita:
1. Tema
Cerita seringkali ditentukan oleh tema. Pertentangan antara kebaikan dan kejahatan, pertumbuhan, kedewasaan, cinta, kebebasan, kematian dan lainnya. Di sini Anda diharap menentukan tema umum cerita. Disamping tema sebagai arah cerita, juga berfungsi sebagai pemilihan diksi yang akan dipakai dalam cerita itu.
2. Tujuan
Tujuan di sini mencakup segalanya; pembaca, pesan dan karakreristik media. Ingatlah, bagaimanapun juga sebuah cerita bukanlah tentang mengejar sebuah tujuan yang spesifik. Spesifikasi dari tujuan itu sendiri nantinya akan tertuang dalam pesan yang akan anda disampaikan dalam tulisan sekaligus memudahkan anda untuk menyampaikan pesan-pesan yang akan anda tulis.
3. Gaya Bahasa
Kekuatan dari sebuah cerita adalah sejauh mana anda merangkai kata serta mencari diksi yang terpat. Ingat, kualitas sebuah karya fiksi itu diukur oleh perasaan. Rangkailah bahasa sedemikian rupa, tentunya yang selaras dengan tema dan tujuan yang anda bangun. Tujuan gaya bahasa adalah memporak-porandakan perasaan pembaca. Pembaca seakan diaduk-aduk oleh derita yang anda bangun dan “terjatuh” ke dalam cerita itu.
Unsur Intrinksik dalam fiksi:
1. Tema : Merupakan pokok persoalan yang menjiwai seluruh cerita. Tema diangkat dari konflik kehidupan.
2. Plot : Dasar cerita; pengembangan cerita.
3. Alur : Rangkaian cerita.
- Dalam alur hubungan tokoh bisa rapat yaitu memusat pada satu tokoh; atau renggang yaitu tokoh berjalan masing2.
- Proses alur bisa maju; mundur; atau maju mundur.
- Penyelesaian Alur ada alur klimaks dan ada alur anti klimaks.
4. Setting : Tempat terjadinya cerita, terbagi menjadi :
- Setting geografis —-> tempat di mana kejadian berlangsung
- Setting antropologis —-> kejadian berkaitan dengan situasi masyarakat, kejiwaan pola pikir, adat-istiadat.
5. Penokohan : Tokoh baik (protagonis), tokoh yang jahat (antagonis), tokoh (tritagonis) dan tokoh tokoh sampingan (pembantu). Penghadiran tokoh bisa langsung dengan cara melakukan deskripsi, melukiskan pribadi tokoh; atau tidak langsung dengan cara dialog antar tokoh.
Bidang2 tokoh harus digambarkan :
- Bidang tampak : gesture, mimik, pakaian, milik pribadi, dsb
- Bidang yang tidak tampak : motif berupa dorongan / keinginan, psikis berupa perubahan kejiwaan, perasaan, dan religiusitas.
6. Sudut pandang : Penghadiran bisa dengan :
- Orang pertama pelaku utama: penulis terlibat sebagai tokoh utama
- Orang pertama pelaku sampingan: penulis menjadi bagian dari cerita tapi bukan sebagai tokoh sentral
- Orang ketiga: penulis tidak masuk di dalam cerita. Dia memposisikan diri sebagai narator (pencerita).
7. Suasana : Yang mendasari suasana cerita adalah penokohan karena perbedaan karakter sehingga menimbulkan konflik. Dengan konflik pengarang berhadapan dengan suasana menyedihkan, mengharukan, menantang, menyenangkan, atau memberi inspirasi.
Semua point ini harus dihadirkan secara utuh baik berupa cerpen, novel, drama, skenario film / sinetron, sehingga pembaca, pendengar, pemirsa mempunyai daya imajinatif; mempunyai tafsiran tentang tokoh, suasana, dsb; terhadap karya fiksi tersebut.
Jangan lupa : tema, plot, alur, dan setting juga harus jelas sehingga karya fiksi benar2 utuh sebagai karya seni bukan berupa sekadar curahan hati (seperti diary).
Sekarang! Tulislah Apa yang Anda Mau…..!
)*Rangkaian kalimat ini disampaikan pada pelatihan kepenulisan Ikatan Santri Pantai Utara (IKSAPUTRA) Putri tanggal 18 November 2010 di Prancak, Pasongsongan, Sumenep. (edisi revisi)