(Kompasiana.com, 29 November 2017) Lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) menandakan babak baru dalam perubahan politik pembangunan nasional. UU Desa memberikan paradigma baru tentang berdesa; desa diakui dan dikukuhkan sebagai subjek untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Pembangunan desa sebagaimana yang dikonstruksikan dalam UU Desa menempatkan masyarakat pada posisi strategis, yaitu sebagai subjek pembangunan. Masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam menata dan mengelola desa sesuai dengan asas rekognisi dan asas subsidiaritas desa, sehingga masyarakat memiliki daya efektif mewujudkan tata kelola dan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kini UU Desa sudah memasuki tahun ketiga. Banyak peranan dan manfaat Dana Desa yang sudah dirasakan oleh masyarakat selama ini, terutama pembangunan di bidang infrastruktur desa. Berpijak pada adagium “dibalik kemajuan ekonomi, terdapat infrastruktur memadai” maka pembangunan infrastruktur desa menjadi titik fokus pembangunan dalam kurun tiga tahun terakhir. Sebagaimana catatan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa dan PDT) bahwa pembangunan infrastruktur yang didanai oleh Dana Desa pada tahun 2015 adalah 89,4 persen dari anggaran Rp. 20,76 Triliun. Sementara tahun 2016 dari anggaran Rp. 46,98 triliun yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa sebesar 91 persen. Sedangkan tahun 2017 untuk pembangunan infrastruktur desa sejauh ini sudah mencapai 70 persen. (sumber: kemendesa.go.id)
Thursday, August 9, 2018
Dana Desa dan Jembatan Ekonomi Masyarakat
Desa Lembengan merupakan salah satu dari sepuluh desa di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, yang berhasil membangun infrastruktur desa untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Salah satu contoh pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan jalan paving dan jembatan di Dusun Oloh yang menghubungkan akses pertanian dan pemukiman warga.
Tahun 2017 Desa Lembengan memperoleh anggaran Dana Desa sebesar Rp. 932.302.895. Sebagaimana amanat Permendes No. 4 Tahun 2016 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 (perubahan atas Permendes No. 22 Tahun 2016), anggaran tersebut digunakan untuk bidang pembangunan infrastruktur desa sebesar Rp. 731.880.000 yang terbagi ke dalam tujuh titik lokasi pembangunan dan untuk bidang pemberdayaan masyarakat sebesar Rp. 200.442.895, termasuk di dalamnya penyertaan modal Badan Usha Milik Desa (BUMDesa).
Pembangunan jalan paving dan jembatan yang menjadi salah satu dari tujuh titik pembangunan infrastruktur desa menghabiskan anggaran Rp. 105.066.000. Pembangunan jembatan dengan panjang 7 meter dan lebar 2,5 meter dan paving dengan panjang 50 meter dan lebar 2,5 meter tersebut dibangun atas inisiasi serta partisipasi masyarakat yang dituangkan dalam dokumen perencanaan desa (RPJMDes, RKP, dan APBdes) melalui musyawarah desa.
Sebelum jembatan dan jalan tersebut dapat disentuh oleh Dana Desa, masyarakat membangunnya secara swadaya dan gotong-royong menggunakan gedek bambu sebagai alas penyeberangan dengan lebar tidak sampai 2 meter, sehingga jembatan tersebut hanya dapat dilalui dengan jalan kaki. Bersepeda pun harus hati-hati karena tak ada jerjak pengaman pada tiap tepi jembatan yang mencapai ketinggian 3 meter dari permukaan sungai.
Tidak jauh dari jembatan itu, sekitar 150 meter ke arah timur terdapat perumahan warga. Oleh karena itu, jalan dan jembatan tersebut tidak hanya digunakan sebagai akses lahan pertanian melainkan juga sebagai akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Apabila masyarakat ingin membangun rumah, mereka harus memanggul atau membawa bahan material melewati jalan setapak hingga sampai ke pemukiman. Atau apabila sudah musim panen tiba, mereka juga harus memanggul atau membawanya hingga ke tepi jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Begitu seterusnya.
Jika musim hujan, akses jalan dan jembatan tersebut sulit dilalui. Debit air sungai bisa menyentuh permukaan jembatan. Meski tidak pernah menyebabkan banjir, dengan debit air dan intensitas curah hujan yang tinggi, sangat mengganggu aktifitas masyarakat. Apalagi dengan kontur tanah yang gembur menyebabkan kebecekan di sepanjang jalan.
Kini, dengan adanya pembangunan yang dibiayai dengan dana desa tersebut, masyarakat tak perlu lagi memanggul hasil panennya ratusan meter untuk dapat diangkut untuk bisa dijual ke pasar. Mereka sudah dapat menggunaan transportasi roda empat semacam pick up dan kendaraan lainnya hingga sampai ke pemukiman warga.
Selain daripada itu, mereka juga tak perlu resah apabila memasuki musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi—seperti yang terjadi pada bulan-bulan ini. Seperti lagu petikan lagu Anji: semua itu karena dia, eh, karena dana desa.[]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment