Monday, March 2, 2009

Sejengkal waktu bersama Laila


Malam dan kesunyian telah menyelimuti sudut-sudut kota metropolitan. Lampu-lampu yang mentereng, satu persatu mulai padam. Pendar cahaya rembulan menghias gedung-gedung pencakar langit diiringi suara binatang malam. Dingin begitu menggigil menusuk pori-pori. Rembulan begitu indah dengan kesempurnaan cahayanya menyelinap diantara pepohonan yang kini tiada indah lagi. Jam raksasa yang menjulang di atas menara di tengah-tengah taman kota berdetak sekali menunjukkan pukul satu malam.
Pada saat jiwa-jiwa menyerah pada kesunyian malam, si Boy anak seorang Birokrasi dengan langkah gemetar menyandang sajadah, membawa tasbih, dan Al-Qur’an di pelukannya menuju Masjid Agung. Setelah itu ia khusyuk dengan sholatnya dan berdo’a. Dengan tangan gemetar dan bercucuran air mata, si Boy menengadahkan kepala.
Ya tuhanku, …. Limpahkanlah kemarahanmu pada hambamu ini. Jangan Kau tumpahkan kemarahanmu pada Laila. Tuhanku… bermurah hatilah dan tahanlah tangan-tangan kematian dari kekasihku. Jangan kau renggut nyawanya dariku. Ia begitu berarti. Karena dia asap ganja tak pernah aku hisap lagi. Karena ia tenggorokanku tak pernah lagi teraliri alkohol. Karena ia pula jarum suntik tak pernah lagi menyentuh kulitku.
Dia adalah malaikat penyelamat yang Kau utus padaku. Tapi, kini setelah aku sembuh dan berusaha untuk kembali kejalanmu, kau ingi mengambilnya kembali. Mengapa kau ingin ambil nyawanya ?……
@ @ @
“Boy,. Aku ingin tidur di pangkuanmu’’ kata laila pada Boy.
“ ya! Aku selalu di sampingmu, kamu tenang saja, ntar juga sembuh”.
Tidak Boy kamu jangan memberiku angan-angan semu yang hanya akan membuatku melayang di dunia khayal, juga akan membuatmu semakin tak tenang menghadapi kenyataan. Tak seorangpun yang bisa menyembuhkan peyakit ini, kecuali kehendak-Nya. Kangker di kepalaku sudah mencapai taraf tinggi. Sulit untuk di obati.
Kau jangan berucap demikian, nanti jika kau sudah sembuh, aku akan mengajakmu jalan-jalan kemana saja yang kau suka.
Jangan Boy, biarlah, biar tuhan yang menentukan segalanya. Aku akan tenang menghadapinya. Cuma satu harapanku padamu. Jika kita benar-benar ditakdirkan berpisah, aku ingin tetap melihatmu seperti sekarang: periang dan murah senyum. Aku sangat sedih kembali bila kamu kembali pada buaian SS, Ciaming, Ganja dan segala tetek bengek yang akan membuatku tidak tenang di alam sana.
Boy pandanglah aku sepuas hatimu, karena sebentar lagi kami nggak akan pernah lihat aku lagi di dunia ini. Maafkan aku boy jika selama ini aku mengenalmu selalu membatasi dan sok ngatur tingkah laku kamu. Tapi percayalah semua itu aku lakukan hanya saja aku sangat cinta dan sayang padamu. Dan demi masa depan kamu pula aku lakukan semua itu padamu.
Aku mengerti dengan sikap kamu dan hal itu tak pernah aku permasalahkan. Malah aku bersyukur karena sikap dan kelembutan sosok Laila Bisa merubah jalan hidupku. Aku tidak tahu seandainya aku tak pernah mengenalmu. Mungkin saja ganja dan semacamnya akan selalu menjadi garis hidupku jika Tuhan tidak pernah memperkenalkanmu padaku. Karena kamu aku bisa sadar.
Boy aku sudah lelah. Aku ingin istirahat dan aku berharap padamu jangan sekali-kali kau sentuh barang-barang yang menjijikkan itu. Aku tidak sudi melihat kamu menyentuh barang-barang haram itu lagi. Demi aku…. Demi aku…..
Sudah Boy aku sudah sangat lelah selamat tinggal. Ashadu allailaha illa Allah wa ashadu anna Muhammadu rasul Allaha…..……
Malam itu sungguh sunyi bagi si Boy. Tanggal 10 maret menjelang fajar Laila, seorang muslimah penyelamat bagi si Boy benar-benar terlelap dalam tidur panjangnya. Dan tak akan pernah lagi membuka mata lentiknya. Kini Laila pergi menghadap ilahi dengan senyum terkembang di bibir mungilnya. Dan bias-bias ketenangan terpancar dari paras wajkahnya yang cantik. Gema suara adhan dari masjid agung mengiringi kepergiannya.

0 comments: