Saturday, May 3, 2014

Ngaji Radikal dari NU


Judul Buku      : Tradisionalisme Radikal; Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara
Editor              : Greg Fealy dan Greg Barton
Penerbit           : LkiS Yogyakarta
Tebal buku      : xvi + 360 hal: 14,5 x 21 cm
No ISBN         : 979-8966-11-2
Cetakan           : III, April 2010

Kontribusi NU terhadap tegaknya NKRI tidak bisa dinafikan. Perjuangan ulama di seluruh nusantara dalam menegakkan kemerdekaan serta membentuk negara berdaulat merupakan sumbangsih yang tak mungkin bisa dikesampingkan. Terlepas dari rasa “egoismesentris” keagamaan, spirit perjuangan ulama NU memainkan peran yang signifikan atas perubahan sosial dan politik di Indonesia.

Buku ini Tradisionalisme Radikal; Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara adalah kumpulan ilmiah yang sebagian besar hasil penelitian dari ragam tema. Di antanya, ideologi dan tingkah laku politik NU, struktur organisasi NU, dan Respon NU terhadap perubahan sosial dan modernitas.

Greg Fealy dan Greg Barton sepakat membagi sejarah perkembangan organisasi berlambang bumi itu menjadi tiga fase: Pertama, NU sebagai organisasi sosial-keagamaan, Kedua, NU sebagai partai politik, Ketiga, kembalinya NU pada khittah yaitu sebagai organisasi sosial-keagamaan.
NU lahir dari rahim pesantren dan untuk pesantren, bukan untuk negara. Ideologi modern yang dibawa oleh para penjajah, baik Belanda maupun Jepang, membuat NU harus  bertindak tegas terhadap teganya agama Islam di Nusantara. Pada tahap ini, dikatakan bahwa NU menerapkan politik internal (sirr).

Pada perkembangannya, percaturan NU di panggung politik semakin terang. Kemelut perpolitikan pada rezim Orde Lama dan Orde Baru menyisakan dilema yang sangat kompleks membuat kalangan elit NU tidak bisa tinggal diam. Pada akhir tahun 1930-an NU menentang regulasi pemerintah kolonial yang dianggap bertolakbelakang dengan Islam.  Keterlibatan NU sagat terbaca ketika turut mendukung GAPPI (Gabungan Partai Politik Indonesi), sampai kemudian membentuk motor politik sendiri yakni Partai Masyumi.

Sebagai Organisasi Islam tertua di Indonesia yang lahir pada 31 Januari 1926, merangkum kontribusi NU terhadap NKRI dalam tulisan yang singkat ini tentu sangat kurang, sebab perjalanan NU sampai saat ini seperti air beriak di sepanjang liku aliran sungai.

Ada gagasan yang sangat menarik dari isi buku yang dimotori oleh Greg Fealy dan Grek Barton (editor) ini. Sebuah buku terjemahan pertama yang—menurut Gus Dur—yang mengulas secara detil soal persinggungan NU dan NKRI. Yaitu kata “Radikal” pada bagian judul buku.

Kenapa ada Radikal? Bukankah empat pilar yang dimiliki NU, yaitu tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazzun (seimbang) dan I’tidal (adil) membuat organisasi yang didirikan oleh K.H Hasyim As’ari terkenal dengan fleksibilitasnya?

Kata ‘Radikal’ disadur oleh Mitsuo Nakamura, yang turut diundang oleh Gus Dur pada Muktamar NU ke-26 di Semarang pada tahun 1979. Peneliti asal Jepang tersebut menilai gerakan politik NU adalah gerakan radikal. Radikal dalam pengertian kritik yang luas dan terbuka (hal, 114). Asumsi tidaklah berlebihan sebab NU pengkritik keras rezim Soeharto.

Dengan sikap seperti itu terjadi sebuah paradoks: radikalisme politik dan tradisionalisme agama. Dua arah yang seakan berlawanan arah tersebut justru memperkokoh eksistensi NU sebagai organisasi massa. Radikalisme politik NU sebagai jalan li maslahatil ummat. Radikalisme politik merupakan langkah memperkokoh tradisionalisme keagamaannya.

Si sisi lain, Radikalisme politik membuat harmonisasi di tubuh NU kerap bertolak belakang. Nilai-nilai adap asor yang menjadi salah satu karakteristik dalam konteks sosial-keagamaan terabaikan oleh legitimasi politik radikal yang berdiri atas jargon li maslahati ummat.

Hadirnya buku ini mengokohkan harmonisasi relasi NU-Negara. Salah satu contoh, yaitu pengambilan keputusan atas Pancasila sebagai asas dasar negara. Sementara Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai asas dasar pemberdayaan ummat.

Buku ini sangat cocok sebagai refleksi atas pola gerak NU dalam konteks kekinian.  Kiranya tidaklah berlebihan mengingat buku yang didominasi cover warna hijau ini secara detail mengulas naik-turun NU di panggung politik.

0 comments: