Beberapa minggu ini, pikiranku kacau. Sulit untuk katakan apa sebenarnya yang terjadi pada jiwaku ini. Bayangan semu itu selalu melekat dalam pikiranku. Sungguh menyesakkan bila sungging senyum mungil itu lahir kembali dalam jiwaku yang gersang. Sorot matanya yang tajam telah membunuh gairah hidupku.
Memang, Aku tak selalu bergantung pada dirinya, pada cintanya, tapi tiada salah jika aku berharap. Kepergiannya dari hatiku sudah cukup memberikan luka yang amat perih. Aku ingat kejadian tempo dulu. Saat ia menegaskan kepergiannya—mungkin juga kebenciannya—dengan mengirimkan pesan singkat via Email……
Felisa
MAAF AKU HARUS PERGI
Kalimat singkat yang bisa membuatku menyisir luka. Membua hatiku jadi beku. Tak ada Setelah membaca pesan singkat itu, sampai sekarang, aku tak lagi membuka Emailku. Bahkan gairahku untuk menulis sirna. Tertutup oleh bayangan yang ia lukis di batok kepalaku. Kubiarkan saja laptop yang menjadi teman candaku setiap hari itu tetap mengatup tanpa kusentuh dan aku belai dengan ide-ide kreatifku.
Aku tak ingin seperti batu. Makanya, aku selalu berusaha menyibukkan diri. Menghilangkan waktu untuk berpikir tentangnya. Berusaha menutup celah untuk memutar kembali memory pahit-manis yang terjalin bersama Felisa, kekasih sekaligus penghianat cinta.
Kusibukkan hari-hari dengan membaca dan menulis. Meski yang tercipta hanyalah oretan-oretan usang yang tak bernilai dan terkadang wajahnya muncul di ujung penaku.
Pagi itu, menjadi catatan sejarah baru setelah lelah berdiam diri seperti batu. Lebih dari sebulan aku tidak lagi mengotak-atik situsku. Saat matahari baru mengecup kening bumi, entah mengapa aku rindu pada situs dunia mayaku. Di pagi yang cerah, di depan laptop, aku membuka Email, Faceebook, dan Blogger.
Ups!... ada lima belas surat masuk. Dari kakak di Jogjakarta, dari teman-teman kelas yang saling memberi ucapan selamat karena lulus UN, dari andy yang katanya sudah baru menikah seminggu lalu. Dan, ada lagi surat masuk yang membuatku mengernyitkan dahi.....
Ketika surat tak di undang datang!
Hiiii....SEREM!
Ummul corn
Siapa dia? Baru kali ini aku mendapat surat dari alamat Email itu. Mungkinkah dia Felisa? Rasanya tidak mungkin. Ia sudah berjanji tidak akan berhubungan denganku lagi dalam bentuk apa pun.
Segera aku balas surat itu.
Datang tanpa permisi? Dasar, kurang ajar!
Haris Saputra
Esoknya ia membalas lagi. Dan ingin mengkonformasi menjadi teman di facebook. Ia tidak menggunakan foto sendiri di profilnya. Yang digunakan adalah gambar kartun perempuan berkerudung pink. Senyumnya centil sekali. Segera aku konfirmasikan.
Setelah aku konfirmasi, ternyata, ia langsung online……
“Mungkinkah kau pangeranku?”
“Bisa saja!” hanya sekedar basa basi.
“Aku suka tulisanmu, hanya sebatas tulisan, tidak lebih!”
Aku tidak suka basa basi. Tapi, mulut cewek itu lincah. Membuatku tertarik berkomunikasi dengannya. Ya! meski hanya berbasa basi. Tak lebuih dari itu.
“Suka tulisanku? Bukan suka pada penulisnya?”
“Ya! bisa dikatakan begitu. Ha…ha…”
Dan, persahabat kami semakin akrab, mungkin juga karena hobby kita sama. Sama-sama menulis di webblog. Aku selalu mengajaknya berdiskusi via facebook. Sungguh diskusi dengannya sangat menyenangkan—meski aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, itu tak penting—gairahku menulis dan menelusuri dunia internet mulai bangkit kembali.
Guluk-guluk, Sumenep, 2010
Sudah nongkrong di Harian Radar Madura
tanggal 27 Juni 2010
Memang, Aku tak selalu bergantung pada dirinya, pada cintanya, tapi tiada salah jika aku berharap. Kepergiannya dari hatiku sudah cukup memberikan luka yang amat perih. Aku ingat kejadian tempo dulu. Saat ia menegaskan kepergiannya—mungkin juga kebenciannya—dengan mengirimkan pesan singkat via Email……
Felisa
MAAF AKU HARUS PERGI
Kalimat singkat yang bisa membuatku menyisir luka. Membua hatiku jadi beku. Tak ada Setelah membaca pesan singkat itu, sampai sekarang, aku tak lagi membuka Emailku. Bahkan gairahku untuk menulis sirna. Tertutup oleh bayangan yang ia lukis di batok kepalaku. Kubiarkan saja laptop yang menjadi teman candaku setiap hari itu tetap mengatup tanpa kusentuh dan aku belai dengan ide-ide kreatifku.
Aku tak ingin seperti batu. Makanya, aku selalu berusaha menyibukkan diri. Menghilangkan waktu untuk berpikir tentangnya. Berusaha menutup celah untuk memutar kembali memory pahit-manis yang terjalin bersama Felisa, kekasih sekaligus penghianat cinta.
Kusibukkan hari-hari dengan membaca dan menulis. Meski yang tercipta hanyalah oretan-oretan usang yang tak bernilai dan terkadang wajahnya muncul di ujung penaku.
Pagi itu, menjadi catatan sejarah baru setelah lelah berdiam diri seperti batu. Lebih dari sebulan aku tidak lagi mengotak-atik situsku. Saat matahari baru mengecup kening bumi, entah mengapa aku rindu pada situs dunia mayaku. Di pagi yang cerah, di depan laptop, aku membuka Email, Faceebook, dan Blogger.
Ups!... ada lima belas surat masuk. Dari kakak di Jogjakarta, dari teman-teman kelas yang saling memberi ucapan selamat karena lulus UN, dari andy yang katanya sudah baru menikah seminggu lalu. Dan, ada lagi surat masuk yang membuatku mengernyitkan dahi.....
Ketika surat tak di undang datang!
Hiiii....SEREM!
Ummul corn
Siapa dia? Baru kali ini aku mendapat surat dari alamat Email itu. Mungkinkah dia Felisa? Rasanya tidak mungkin. Ia sudah berjanji tidak akan berhubungan denganku lagi dalam bentuk apa pun.
Segera aku balas surat itu.
Datang tanpa permisi? Dasar, kurang ajar!
Haris Saputra
Esoknya ia membalas lagi. Dan ingin mengkonformasi menjadi teman di facebook. Ia tidak menggunakan foto sendiri di profilnya. Yang digunakan adalah gambar kartun perempuan berkerudung pink. Senyumnya centil sekali. Segera aku konfirmasikan.
Setelah aku konfirmasi, ternyata, ia langsung online……
“Mungkinkah kau pangeranku?”
“Bisa saja!” hanya sekedar basa basi.
“Aku suka tulisanmu, hanya sebatas tulisan, tidak lebih!”
Aku tidak suka basa basi. Tapi, mulut cewek itu lincah. Membuatku tertarik berkomunikasi dengannya. Ya! meski hanya berbasa basi. Tak lebuih dari itu.
“Suka tulisanku? Bukan suka pada penulisnya?”
“Ya! bisa dikatakan begitu. Ha…ha…”
Dan, persahabat kami semakin akrab, mungkin juga karena hobby kita sama. Sama-sama menulis di webblog. Aku selalu mengajaknya berdiskusi via facebook. Sungguh diskusi dengannya sangat menyenangkan—meski aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, itu tak penting—gairahku menulis dan menelusuri dunia internet mulai bangkit kembali.
Guluk-guluk, Sumenep, 2010
Sudah nongkrong di Harian Radar Madura
tanggal 27 Juni 2010