Jumat sore (09/09) Pukul 15.45 WIB, saya sudah tiba di rumah Lan Fang di perumahan Pondok Maspion Ea 11 Pepelengi, Waru, Sidoarjo, dalam rangka menghadiri penyerahan honor Parade Cerpen Untuk Sanie B Kuncoro yang akan dilaksanakan di kantor Jawa Pos, pukul 17.00 WIB.
Sepuluh menit kemudian, Musa Hasyim, santri asal Tebu Ireng, Jombang, yang turut mendonasikan cerpennya tiba pula di rumah Lan Fang. Setelah melaksanakan solat ashar, kami bertiga langsung menuju kantor redaksi Jawa Pos, Jl. A. Yani lt.4 Surabaya. Menurut Lan Fang, pak Budi Dharma dan Mbak Sanie sudah menunggu kami di sana. Mendengar nama pak Budi disebut, ada kebanggaan tersendiri bagi saya, karena akan bertemu dengan begawan sastra sekaligus Guru Besar Emeritus di Universitas Surabaya tersebut.
Setibanya di kantor Jawa Pos, yang merupakan pertama kalinya saya berkunjung ke sana, pak Budi dan mbak Sanie sudah di sana sedang berbincang santai dengan mas Doan Widhiandono, redaktur sastra pada saat itu. Saat kami masuk dan berkumpul pada sebuah meja melingkar itu, mereka seakan tidak percaya bahwa sayalah yang menulis cerpen Kubah dan Musa yang menulis cerpen Cerita Panjang di Sebuah Kereta. Mereka tidak percaya, tepatnya tidak menyangka bahwa yang menulis kedua cerpen tersebut usianya masih belia. Dengan bangganya mereka menyebut saya dan Musa adalah generasi emas penulis sastra berikutnya.
Mbak Sanie berucap haru. Kepedulian kami terhadap kondisi kesehatan beliau telah menumbuhkan asa bahwa perjuangan untuk menyembuhkan penyakut kanker payudara kembali kokoh setelah mulai melemah karena vonis dokter.
“Mereka tidak mengenal saya dan saya juga tidak mengenalnya. Tapi, rasa kepedulian mereka telah mengobarkan semangat hidup saya,” kata penulis asal Solo tersebut.
Pada kesempatan itu, pak Budi mengatakan bahwa beginilah seharusnya sastra berpijak. Mengikatkan kepedulian antara satu dengan yang lain. “Karena inilah saya menyempatkan hadir di sini. Terima kasih kepada Jawa Pos dan para penulis yang turut hadir di sini,” ungkap penulis buku Olenka tersebut.
Setelah prosesi penyerahan donasi cerpen, kami sempat pose bersama dengan pak Budi sekaligus memamerkan cerpen-cerpen yang tergabung dalam parade cerpen tersebut, yaitu Bai She Jing (Lan Fang), Cerita Panjang di Sebuah Kereta (Musa Hasyim), Kubah (Fandrik Ahmad), Lelaki Berbulu, (Wina Bojonegoro) dan cerpen pamungkas Kembang Pepaya milik mbak Sanie sendiri.