Ibu Enceng dan Ibu Listening adalah dua cerita yang hampir
sama namun terjadi di tempat yang berbeda. Ini hanyalah cerita tentang
kebiasaan saya yang memanggil seseorang dengan panggilan nama yang tak lazim
dipakai oleh kebanyakan orang untuk memanggilnya.
Jangan salah sangka! Panggilan yang tak lazim ini bukan
bermaksud ingin melecehkan atau menurunkan derajat nama seseorang. Ini hanya
panggilan pribadi saya saja dalam rangka menambah keakraban dan ikatan
emosional. Apabila berada di tempat umum, saya tetap memanggi orang yang
bersangkutan tersebut dengan nama lazimnya ia dipanggil.
Dua Bulan yang lalu, tepatnya ketika saya masih mengajar di
SMK Zaidul Ali, ada seorang guru IPA yang bernama Komariyah (sapaan akrab,
Kokom), saya memanggilnya Ibu Enceng. Enceng sendiri diambil dari nama sebuah
tumbuhan air, yaitu Eceng Gondok. lalu, apa pasal kaitannya antara Eceng Gondok
dengannya? Bukankah ada perbedaan huruf ‘N’ pada dua nama tersebut.
Baiklah, saya sedikit menerakan musababnya. Ketika saya
sebulan mengajar di SMK Zaidul Ali, saya terhenyak dengan nama facebooknya Ibu
Kokom, yaitu Eceng Gondok. Iseng-iseng saya bertanya kenapa harus Eceng Gondok.
Bukankah tanaman air itu biasanya hidup di rawa-rawa dan tak bermanfaat apa-apa
bagi manusia, justri malah merugikan.
Apa jawabnya? Perempuan yang suka dengan warna ungu, sebuah
warna yang identik dengan warna janda tersebut senyum-senyum. Ia menerakan
bahwa manusia kerap memandang sebelah mata terhadap salah satu jenis tanaman
air tersebut. Baginya Eceng Gondok memiliki filosofi tersendiri dan banyak juga
manfaatnya yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia (tapi sayang, mohon
maaf sekali, saya tidak bisa menerakan filosfi dan kemanfaatan Eceng Gondok
yang Ibu Kokom sebutkan. Maklum, penyakit lupa saya kambuh…hehe).
Lalu, entah kenapa, sebagai sapaan akrab saya kepadanya,
agar tampak berbeda dengan guru-guru yang lain, Ibu Kokom kupanggil saja dengan
sebutan Ibu Enceng. Kenapa Enceng? Kok Bukan Eceng? Ah, ini hanya persoalan
pelafalan saja.
Menurut saya, ucapan kata Eceng lebih berat ketimbang kata
Enceng. Lagipula, di lingkungan itu, mayoritas berbahasa Madura. Sementara kata
Eceng sendiri bila dibahasa-madurakan memiliki arti yang kurang etis: Eceng
dalam bahasa Madura merupakan kata kerja yang memiliki arti ‘bagian bawah kain
(pakaian) seperti sarung, sampir, dan lain sebagainya yang ditarik sedikit ke
atas; dijinjing. Contoh: Samper eceng-ceng
(Sampir yang dijinjing).
Jadi kata Eceng bila disematkan kepada perempuan
rasanya kurang etis, seakan seperti membuka sebuah aurat. Bukankah auratnya
perempuan adalah semua anggota badan kecuali muka dan telapak tangan? Oleh
karena itu, saya lebih memilih kata Enceng saja sebagai panggilannya.
Kini, saya sudah berhenti mengajar di SMK Zaidul Ali.
Panggilan Enceng tak dekat lagi terdengar di telinga. Kendati demikian, tetap
saja ia saya panggil Ibu Enceng.
Nah, cerita kedua tentang Ibu Listening. Cerita yang satu
ini terjadi di SMK Nurul Mannan. Namanya Ibu Rista Eko Wahyuni (sapaan akrab,
Rista), guru Bahasa Inggris asal Ledokombo. Sebagaimana ketika sebulan mengajar
di Zaidul Ali dan sukses melahirkan nama Enceng, di SMK Nurul Mannan Juga
demikian. Sebulan mengajar di sana, saya melahirkan nama baru untuk Ibu Rista,
yaitu Ibu Listening.
Ibu Rista adalah tipikal perempuan yang aktif dan supel.
Perempuan yang juga berprofesi sebagai pelayanan jasa pemakaian GPS pada mobil
tersebut kerap menyebut kata listening ketika berada di kantor usai mengajar.
Dengan gaya yang melapor, ia kerap menceritakan kepada guru yang lain kalau di
kelas tadi mengajarkan listening kepada murid-muridnya.
Karena perempuan yang lahir di tahun 1986 tersebut memiliki
sifat supel, Ibu Rista merasa enjoy saja bila saya memanggilnya Ibu Listening.
Bahkan ia bertanya, mengapa bukan Ibu Reading saja atau sekalian Ibu Writing.
Saya jawab saja sekenanya, enakan Ibu Listening… hehe.
Begitulah segelintir kisah tentang Ibu Enceng dan Ibu
Listening. Sekali lagi, panggilan ini tidak ada tendensi apapun untuk
menjatuhkan derajat nama seseorang. Hal ini murni dilandasi oleh rasa keakraban
saja.
Sekian, terima kasih
0 comments:
Post a Comment