Fandrik Hs Putra**
Sepulang dari Yogyakarta bersama teman saya, saat liburan Idul Adha, ia berseru bahwa pengalamannya berkunjung ke Yogyakarta merupakan pengalaman pertama selama dalam hidupnya. Sehingga pengalaman itu banyak yang mengesankan. Kesan yang dilihat. Kesan yang didengar. Semuanya menarik untuk ditulis.
Lalu, saya menyarankan semua kesan yang ia rasakan untuk ditulis agar tak satupun yang tercecer dalam pengalaman itu hingga atau bahkan beberapa tahun ke depan (itulah gunanya menulis!).
“Tapi, apa yang mesti saya tulis? Seperti apa?” begitulah pertanyaannya.
“Ya! Bercerita saja. Buat catatan harian, cerpen, atau feature,” jelasku. Ia mengernyitkan dahi ketika saya menyebut feature.
Apa feature itu?
Jika dalam sebuah berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta. Maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik “mengisahkan sebuah cerita”. Penulisan feature pada hakikatnya adalah seseorang yang berkisah. Penulis melukis gambar dengan kata-kata: menghidupkan imanji pembaca; menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantu mengidentifikasikan diri dengan dengan tokoh utama.
Penulisan feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi, bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.
Tahu filosofis pramida terbalik dalam jurnalistik?
Nah, piramida terbalik (susunan tulisan yang meletakkan informasi-informasi pokok dibagian atas dan informasi yang tak begitu penting di bagian bawah. Sehingga mudah dipotong jika tulisan terlalu panjang) tersebut sering ditinggalkan.terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik. Tulisan yang hidup adalah senjata penting untuk menaklukkan minat pembaca di tengah persaingan antara media komunikasi yang kian ketat. Mereka yang digandrungi karena memiliki jiwa personal, memiliki sudut pandang yang unuk dna cerdas, serta penuh vitalitas.
Setidaknya ada tujuh unsur yang menjadi pedoman untuk menulis feature.
Informatif
“Feature adalah arsitektur, bukan dekorasi interior” kata Ernes Hamingway. Untuk bisa menulis feature yang efektif, penulis pertama-tama harus mengumpulkan kepingan-kepingan informasi /data yang detail, spesifik, dan akurat. Bukan kecanggihan retorika atau pernak-pernik bahasa.
Signifikansi
Tulisan yang baik memiliki dampak bagi pembaca. Dia mengingatkan pembaca pada sesuatu yang emngancam kehidupan mereka: kesehatan, kemakmuran, maupun kesadaran mereka akan nilai-nilai. Dia ingin memberi informasi yang ingin dan penting diketahui pembaca. Serta meletakkan informasi dalam sebuah perspektif yang berdimensi mengisahkan apa yang telah, sedang atau akan terjadi.
Fokus
Tulisan yang sukses biasanya justru pendek. Terbatasi secara tegas dan fokus. Umumnya tulisan yang baik hanya mengatakan satu hal. “Don’t write about Man, write about a Man,” kata Elwyn Brooks White, seorang humoris Amerika.
Konteks
Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu darimana kisah berawak dan kemana akan mengalir.
Wajah
Tulisan akan efektif jika penulisnya mampu mengambil jarak dan membiarkan pembacanya seakan bertemu, berekenalan serta mendengarkan sendiri gagasan atau informasi dari tulisan itu. Atau bisa menggambarkan sosok seorang tokohnya.
Bentuk
Tulisan yang efektif memiliki sebuah bentuk yang mengandung sekaligus mengungkapkan cerita. Umumnya berbentuk narasi. Dan sebuah narasi akan sukses jika memiliki semua informasi yang dibutuhkan pembaca dan jika ceritanya bisa diungkapkan dalam bentuk aksi-reaksi.
Suara
Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada pembacanya. Majalah/koran yang baik tak ubahnya seperti pendongeng yang memukau. Dan penulis yang baik mampu menghadirkan warna suara yang konsisten ke seluruh cerita, tapi menganekaragamkan volume dan ritme untuk memberi tekanan kepada makna.
Secara ringkas, tulisan yang baik mengandung informasi yang menarik dan berjiwa. Menarik karena penting, terfokus, dan berdimendi. Serta berjiwa karena berwajah, berbentuk dan bersuara.
Untuk membuat tulisan feature yang baik, perhatikan enam “kegagalan” yang harus dihindari:
1. Gagal menekankan segala yang penting. Seringkali terjadi karena gagal meyakinkan bahwa kita memahami informasi yang kita tulis.
2. Gagal menghadiran fakta-fakta yang mendukung.
3. Gagal memerangi kejemuan pembaca. Terlalu banyak klise, hal-hal yang umum. Tak ada informasi spesifik yang dibutuhkan pembaca.
4. Gagal mengorganisasikan tulisan secara baik. Organisasi kalimat mauun secara keseluruhan cerita.
5. Gagal memperaktekkan tata bahasa secara baik; salah memubuhkan tanda baca dan salah menuliskan ejaan.
6. Gagal menulis secara balans, sebuah diosa yang biasanya terjadi akibat ketidakpercayaan kepada pembaca atau keengganan untuk membiarkan fakta-fakta yang ada mengalir sendiri tanpa restu dan persepsi penulis tentang arah cerita yang benar. Dengan kata lain menggurui pembaca, elitis.
Begitulah cara tentang menulis feature yang saya paparkan kepada teman saya. Dan ternyata, ia tertarik menulis kisahnya dengan cara seperti itu. Alasannya untuk mengasah imajinasi dan kemampuan dalam mengolah data/informasi.
Lalu, apa yang ia katakan?
“Baiklah saya akan mencoba menulis feature!”
* Disajikan pada pelatihan diklat jurnalistik Ikatan Santri Annuqayah Jawa (IKSAJ). Disarikan dari berbagai sumber buku jurnalistik.
** Aktifis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIK Annuqayah dan pimred annuqayah
Saturday, June 26, 2010
Yuk! Menulis Feature*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment