Wednesday, February 24, 2010

ANAL HAQQ (Mengungkap Misteri Sufi Besar Mansur Al Hallaj)



Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, penulis patut panjatkan p puja dan puji syukur atas hadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan taufiq, hidaya, serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu atau bisa merampung dan merealisasikan makalah sederhana ini.
Kedua, tak lupa kami haturkan solawat serta salam kepada sang proklamator kita yakni baginda nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari yang awalnya ummi, hingga menjadi insan yang peka terhadap tulisan.
Dalam makalah ini penulis mengangkat kajian tokoh yaitu Mansur Al Hallaj, dengan judul makalah “ANA’L HAQQ; Mengungkap Misteri Sufi Besar Mansur Al Hallaj”. Makalah ini mengurai sikap pro dan kontra para ulama’ sufi tentang setatus anal haqq yang terus diteriakkannya. Dalam wacana tentang al hallaj masih mengundang tanda tanya, apakah ia "zindiq" atau kafir.
Dalam dunia tasawuf, para sufi seringkali dianggap sebagai orang shalih yang jiwanya telah mencapai suatu tingkat keruhanian berada di atas orang-orang biasa. Mereka tahu apa yang orang biasa tidak tahu, mereka merasakan apa yang orang biasa tidak merasakannya.
Karena didorong maksud baik untuk berbagi kebahagiaan yang mereka rasakan dalam pengalaman keruhanian atau biasa disebut sebagai pengalaman sufistik, para sufi itu berusaha menjelaskan pengalaman batin yang mereka rasakan, namun. seringkali tak terwadahi oleh kata-kata dan tak terpahami oleh masyarakat biasa. Biasanya para sufi itu menjelaskan banyak sekali menggunakan simbolisme, metafora-metafora.
Oleh karena itu mereka tidak bisa dipahami hanya dari segi zahiriyahnya saja. Maka terjadilah kesalahpahaman yang meresahkan, suatu keadaan yang tak diinginkan oleh para tokoh agama yang diakui dan merasa mempunyai otoritas untuk merumuskan, menafsirkan dan menjaga kemurnian atau ortodoksi ajaran agama.
Kejadian seperti inilah yang dialami antara lain oleh Al Hallaj, salah seorang tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah tasawuf. Ia harus mengakhiri hidupnya di atas tiang gantungan dengan pesetujuan khalifah al-muqtadir billah dan gurunya, hazrat junayd .
Ini hanya kisah ringkas dari dari kata Anal Haqq dan sufi Mansur Al Hallaj yang menjadi tumbal dari pernyataan Anal Haqq.
Guluk-Guluk, 30 Mei 2009
Penulis

Fandrik Haris Setia Putra




BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Fenomena dalam dunia tasawuf penuh dengan lika-liku yang terkadang tidak bisa dipandang dengan cara lahiriyah saja. Butuh pemahaman rohaniyah yang memang menjadi subyek akan tercapainya tujuan dalam tasawuf.
Bagi kaum sufi, berkonsentrasi melalui ruhaniyah (Tajribah Ruhiyah) untuk mencapai penyucian hatinya (Tazkiyatun An-Nafs) secara kontinue. Secara praktis, dalam dunia kesufian, revolusi kesufian ini lazim ditempuh melalui pelatiha spiritual yang terformulasikan dalam maqamat ruhiyah. Yakni kedudukan seorang hamba di hadapan allah Swt. yang digapai bermacam-macam, melalui ibadah, mujahadah, riyadlah, serta hanya mempersembahkan jiwa ragasnya hanya kepada allah.
Kisah tentang Al-Hallaj tidak lekang dipendengaran. Seputar issue tentangnya masih banyak didiskusikan, apakan ia kafir dengan ucapannya ataukah itu hanya luapan ruhaninya saja yang sudah merasa “menemukan” tuhan. Sehingga dengan begitu sah-sah saja ia memanifestasikannya melalui ucapan sebab,tidak mampu memendam ma’rifa-tnya kepada allah.
Akan tetapi, konsekuensi dari ucapannya yang dengan lantang mengatakan Anal Haqq mengantarkannya ke tiang gantung dan sampai disanalah akhir dari prjalanan hidupnya.
Bagi sebagian ulama islam, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid'ah, sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran (Al-Haqq) adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri.
Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain. Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut.
Tragis! Begitulah kesan yang nyaris sepenuhnya tepat untuk melukiskan tragedi kematian Abu Mansur al-Hallaj (244-309 H/957-922 M), sang sufi besar yang kontroversial itu. Tubuhnya yang renta diseret, disalib, tangan dan kakinya dipotong, lalu dibakar dan abunya dibuang ke laut.

2. Ruang Lingkup Pembahasan
Makalah ini akan membahas seputar pemikiran Al-Hallaj hingga sampai mengeluarkan kata-kata yang diangggap kafir oleh sebagian ulama’ sufi. Juga membahas tentang jalan pemikiran Al-Hallaj yang menjadi asal-usul dibalik mengucapkan kata yang kontrofersial itu dikalangan pemerintah dan ulama’sufi terkait dengan sikap dan perilakunya dalam bertasawuf.
Pro-kontra tetap menghiasi perdebatan tersebut. Bahkan ada sebagian ulama’ mengkorelasikn ajaran tasawuf Al Hallaj sama dengan tasawufnya Syekh Siti Jenar yang juga mengalami nasib tragis ketika harus menghadapi hukuman mati yang dijatuhkan penguasa Demak, didukung penuh oleh Dewan Agama yang dipimpin wali Songo, karena dianggap telah membuka tabir rahasia ketuhanan dalam dirinya, yaitu manuggaling kawula Gusti. Jika Al Hallaj tewas dipancung kepalanya, Syekh Siti Jenar memilih sendiri cara untuk mati.

3. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pemahaman sekaligus menghindari kesalahpahaman terhadap makalah yang kami buat, maka kami akan menyusun beberapa rumusan masalah, di antaranya :
a. Seputar pengenalan terhadap al hallaj
b. Menelaah karomah dan pemikiran al hallaj
c. Pengaruh atau sikap para ulama’sufi terhadap ajarannya
d. tentang kebenaran Anal Haqq
4. Batasan Masalah
Kami membatasi makalah kami ini karena kemampuan kami masih kurang mumpuni untuk melakukan penelitian lebih jauh terhadap masalah kajian tasawufnya al hallaj, karena persoalan itu merupakan masalah yang sangat kompleks dan membutuhkan penelitian lebih mendalam.
Di dalam makalah ini kami hanya membahas seputar
- Tentang kehidupan al hallaj
- Beberapa karomah yang dimilikinya
- pemikirannya
- Pandangan Orang Sufi terhadap “Anal Haqq”
- Dibalik Anal Haqq-nya

BAB II
PEMBAHASAN

1. Sekilas Tentang Al-Hallaj
Al- Hallaj merupakan salah seorang sufi besar dan paling terkenal pada abad ke-9 dan ke-10. Ia bahkan sering disebut sebagai sufi paling populer pada masa itu. Popularitas tersebut dikarenakan kehidupan dan pemikirannya yang mengundang kontroversi, pertentangan, bahkan eksekusi yang menimpa terhadap dirinya. Hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya merupakan usaha para ulama dan penguasa yang menuduhnya melakukan penghinaan terhadap Tuhan. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran", ucapan yang membuatnya dieksekusi secara brutal.
Nama lengkapnya adalah Husain ibn Mansur Al-Hallaj , seorang ulama sufi yang kelak berpengaruh dalam peradaban teosofia Islam, sekaligus menjadi watak misterius dalam sejarah Tasawuf Islam. lahir di tengah pergolakan intelektual, filsafat, politik dan peradaban Islam, di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866 M. Ia merupakan seorang keturuna Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam.
Pada usia 16 tahun, ia berada di Tustar belajar tasawuf dengan Abdullah Tustari dan pada usia 18 tahun ia berangkat ke Basrah dan Bagdad. Di Bagdad ia belajar dengan Junaidi al-Bagdadi dan Amru bin Usman al-Makki.
Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Abul Husain an-Nury, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.”
Setelah menunaikan ibadah haji ia kembali ke Bagdad dan selanjutnya ia mulai mengembara ke Ahwaz, Hurasan, Turkistan, dan ke India ia mempelajari filsafat Hindu dan Budha dan juga mempelajari mistik dan astronomi. Pada usia 58 tahun ia kembali ke Bagdad dengan membawa ajaran yang mengagetkan para ulama fikih dan ahli tasawuf.

2. Karomah Al-Hallaj
Beliau memiliki begitu banyak karomah semasa hidupnya. Suatu hari Al-Hallaj melewati sebuah gudang kapas dan melihat seonggok buah kapas. Ketika jarinya menunjuk pada onggokan buah kapas itu, biji-bijinya pun terpisah dari serat kapas.Beliau juga dijuluki Hallaj Al Asrar karena mampu membaca pikiran orang dan menjawab pertanyaan mereka sebelum ditanyakan kepadanya.
Saat menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya, al-Hallaj pergi ke sebuah gunung untuk mengasingkan diri bersama beberapa orang pengikutnya. Sesudah makan malam, al-Hallaj mengaakan dia ingin makan manisan. Semua muridnya kebingungan lantaran semua perbekalan telah habis. al-Hallaj tersenyum dan berjalan menembus kegelapan malam. Beberapa menit kemudian al-Hallaj kembali sambil membawa makanan berupa kue-kue hangat yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Al-Hallaj kemudian meminta semua muridnya makan bersama. Seorang murid Al-Hallaj penasaran dan ingin tahu dari mana Al-Hallaj memperoleh makanan tersebut dan menyembunyikan kue bagiannya. Ketika mereka kembali dari dari pengasingan diri, sang murid ini mencari seseorang yang mengetahui asal kue itu. Akhirnya salah seorang warga kota Zabib, sebuah kota yang jauh dari situ mengetahui bahwa kue itu berasala dari kotanya. Sang murid yang keheranan ini pun sadar bahwa al-Hallaj mempeoleh kue itu secara ajaib. "Tak ada seorang pun dan hanya jin saja yang sanggup menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat", katanya.
Pada kesempatan lain, Al-Hallaj mengarungi padang pasir bersama sekelompok orang dalam perjalanan menuju mekkah. Di suatu tempat sahabat-sahabatnya menginginkan buah ara. al-Hallaj pun mengambil senampan penuh buah ara dari udara. Kemudian mereka meminta Hlawa, al-Hallaj membawa senampan penuh halwa hangat dan berlapis gula serta memberikannya kepada mereka. Usai memakannya, mereka mengatakan bahwa kue itu khas suatu daerah di baghdad, irak. Mereka pun bertanya bagaimana al-Hallaj mendapatkannya dari negeri yang amat jauh tersebut. al-Hallaj pun menjawab bahwa baghdad dan padang pasir adalah sama dan tidak ada jarak diantaranya.
Kemudian mereka pun meminta kurma, al-Hallaj sejenak berdiri dan menyuruh mereka untuk menggerakan tubuh mereka seperti sedang menggoyang-goyang pohon kurma. Ketika mereka melakukannya makan kurma-kurma segar pun berjatuhan dari lengan baju mereka.

3. Pemikiran Al-Hallaj
Pemikiran Al-Hallaj berpangkal dari keyakinan bahwa Tuhan dapat ditemukan dalam kalbu masing-masing. Pemikiran tersebut mengantarkannya untuk merumuskan berbagai paham, diantaranya: kesatuan manusia dengan Tuhan (hulul), penciptaan alam melalui cahaya Muhammad (Nur Muhammad), dan kesatuan segala agama (wahdatul adyan). Al Hallaj percaya bahwa Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam tubuh manusia yang telah membersihkan sifat kemanusiaannya. Pengalaman ini membuatnya mengeluarkan ucapan Ana Al Haq (Akulah Sang Kebenaran). Pernyataan tersebut menjadi salah satu pokok tuduhan bahwa Al Hallaj telah mengaku sebagai Tuhan.
Pemikiran Al Hallaj merupakan tema unik bagi dunia tasawuf masa itu. Sebagian besar kaum sufi menolak pemikiran tersebut. Namun, pengaruh pemikirannya tetap tak terbendung. Pemikiran-pemikiran serupa lahir kembali di berbagai wilayah di masa selanjutnya. Bahkan, gagasan kesatuan manusia dengan Tuhan dalam paham hulul, juga mempengaruhi dunia tasawuf di Nusantara. Paham manunggaling kawula-gusti, sekaligus pengusungnya (Syekh Siti Jenar), memiliki banyak kemiripan dengan pemikiran dan kehidupan Al Hallaj.

4. Pandangan Orang Sufi terhadap ANAL HAQQ
Memang, banyak di antara ulama yang tidak bisa menerima ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Al Hallaj ini, tetapi tidak sedikit pula para ulama yang sependapat dan membelanya.
Kebanyakan Ulama fiqih mengkafirkannya. Dengan alasan bahwasanya mengatakan bahwa diri manusia bersatu dengan Tuhan adalah syirik yang amat besar. Oleh karena itu Ibn At-Taymiyah, Ibn Al-Qayyim, Ibn An-Nadim dan lain-lain berpendapat bahwa hukuman mati yang ditimpakan kepada Al Halaj memang patut diterimanya. Tetapi, ulama-ulama fiqih yang lain seperti Ibnu Syuraih seorang ulama yang sangat terkemuka dari mazhab Malik, memberikan komentar: "Ilmuku tidak mendalam tentang dirinya, karena itu saya tidak bisa berkata apa-apa".
Pembela-pembela Al Hallaj menjernihkan ajarannya dari apa yang dituduhkan orang kepadanya. Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf salah seorang Syaikh tarikat Alawiyah, mengatakan bahwa dia sebelumnya menyangka pada diri Al Hallaj ada keretakan karena sikapnya, seperti keretakan pada kaca, tetapi setelah sampai pada maqam Al-Qutbiyyah. Dia melihat bahwa Al Hallaj telah mencapai tingkat bila diandaikan buah dia telah matang.
Al Hujwiri mengatakan, Al Hallaj sepanjang hidupnya memakai jubah ketakwaan, senantiasa menegakkan shalat dan berzikir memuji Tuhan dan puasa terus menerus serta menyampaikan ujaran-ujaran yang tinggi dan bagus tentang tauhid. Tetapi ahli-ahli ilmu kalam menolaknya atas dasar bahwa kata-katanya bernafaskan pantheisme, namun apa yang dituduhkan itu cuma terletak pada ungkapan bukan pada maknanya.
Imam Al Gazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan "ANAL HAQQ". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang dengan seseorang yang dicintainya". Sehingga beliau, Rumi dan Fariduddin Al-Attar memberinya julukan "Syahidul Haq" (seorang syahid yang benar).
Pada hari ketika Al Hallaj akan dieksekusi, para sufi waktu itupun banyak yang berbeda pendapat tentang vonis mati yang dijatuhkan kepadanya. Diantara mereka ada sufi yang bisa memahami perasaan Al Hallaj sebagai seorang sufi. Namun ada juga sufi lain yang berpendapat bahwa Al-Hallaj memang pantas mendapat hukuman itu. Karena Al-Hallaj telah mengumumkan salah satu rahasia kaum sufi.
Asy Syibli berkata,"Aku dan Husein ibn Mansur Al Hallaj adalah sama. Hanya saja ia menampakkan sedang aku menyimpannya. Al Junaid pernah juga berkata kepada Asy Syibli," Kami menata rapi ilmu tasawuf ini, lalu kami simpan di ruang bawah tanah. Sedangkan Al Hallaj datang membawa ilmu tasawuf dan mengemukakan kepada khalayak manusia.
Setidak-tidaknya, bisa dijadikan tiga kelompok besar dari kalangan Ulama, baik fuqaha’ maupun Sufi terhadap pandangan-pandangan Al-Hallaj. Mereka ada yang langsung kontra dan mengkafirkan . ada pula yang secara moderat tidak berkomentar; dan ada yang langsung menerima dan mendukungnya.
Dari kalangan Mutakallimin yang mengkafirkan: Al-Jubba’i, al-Qazwiny, Nashiruddin ath-Thusy dan pengukutnya, Al-Baqillany, Ibnu Kamal, al-Qaaly, Dari kalangan Sufi antara lain, Amr al-Makky dan kalangan Salaf, diantaranya juga para Sufi mutakhir, selain Ahmad ar-Rifai’y dan Abdul Karim al-Jily, keduanya tidak berkomentar.
Mereka yang mendukung pandangan Al-Hallaj, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: At-Tusytary, Al-Amily, Ad-Dilnajawy, Ibnu Maqil, an-Nabulisy, Al-Maqdisy, Al-Yafi’y, Asy-Sya’rany dan Al-Bahtimy. Dari kalangan Mutakallimin, Ibnu Khafif, Al-Ghazaly dan Ar-Razy.Dari kalangan Filosuf pendukungnya adalah Ibnu Thufail. Sedangkan dari kalangan Sufi antara lain as-Suhrawardy al-Maqtul, Ibnu Atha’ As-Sulamy dan Al-Kalabadzy.
Kelompok yang tidak berkomentar, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: Ibnu Bahlul, Ibnu Suraij, Ibnu Hajar dan As-Suyuthy.Dari kalangan Sufi antara lain, Al-Hushry, Al-Hujwiry, Abu Sa’id al-Harawy, Al-Jilany, Al-Baqly, Al-Aththar, Ibnu Araby, Jalaluddin ar-Ruumy, Ahmad Ar-Rifa’y, dan Al-Jiily.

5. Akulah Kebenaran! dan hari-hari terakhir Al Hallaj
Ibnu Taymiyah tentu mengkafirkan Al-Hallaj, dan termasuk juga mengkafirkan Ibnu Araby, dengan tuduhan keduanya adalah penganut Wahdatul Wujud atau pantheisme.
Padahal dalam seluruh pandangan Al-Hallaj tak satu pun kata atau kalimat yang menggunakan Wahdatul Wujud . Wahdatul Wujud atau yang disebut pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosufis atas wacana-wacana Al-Hallaj. Bahkan yang lebih benar adalah Wahdatusy Syuhud (Kesatuan Penyaksian). Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan DzatNya dengan dzat makhluk.Para pengkritik yang kontra Al-Hallaj, menurut Kiai Abdul Ghafur, Sufi kontemporer dewasa ini, melihat hakikat hanya dari luar saja. Sedangkan Al-Hallaj melihatnya dari dalam.
Ana al-Haq adalah kesimpulan dari konsep realitas yang dibangun Hallaj dari negasi segala yang selain-Nya serta afirmasi Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran. Di sini Hallaj sebenarnya telah menerapkan kalimat la ilaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah) sepenuhnya dan seutuhnya. Bagi Hallaj, Tuhan adalah realitas absolut yang melahirkan realitas relatif, yaitu semesta dan segala isinya. Proses kelahiran realitas relatif melalui tingkat-tingkat realitas sehingga sampai pada satu titik ujung Nur Muhammad. Karena itu Nabi Muhammad saw adalah inti realitas semesta dengan citra Tuhan, yang disebut Ibnu Arabi sebagai al-mir'ah al-muhammadiyyah (cermin berupa Muhammad).
Sebagai realitas relatif, semesta yang berasal dari Tuhan mengemban citra (shurah) Tuhan dalam dirinya sehingga ia berfungsi sebagai tanda (ayat) Tuhan. Dalam diri manusia, Tuhan meletakkan citranya. Karena itu Ia akan selalu hadir dan "menampakkan diri" (tajalli) ketika manusia mengusahakannya. Hallaj--dalam perjalanan spiritualnya telah sampai pada tingkat merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. "Bila kau tak mengenali-Nya, kenalilah ayat-ayat-Nya. Dan Akulah tanda penampakan-Nya (tajalli). Ana al-Haq, Akulah Kebenaran! Ini karena tak henti-hentinya aku merealisasikan Kebenaran itu," kata Hallaj.
Pernyataan seperti ini didasarkan Hallaj pada pengalaman menyatu (unity experience) dirinya dengan Sang Kebenaran, setelah tidak puas dengan rumusan dan konsep tentang realitas absolut. Ia mengumpamakan dirinya dengan seekor ngengat yang terbang mengitari api. Tapi ia tidak puas dengan cahaya dan panas, sehingga ia masuk membakar diri, menyatu dengan api.
Hallaj sadar, penyatuan sepenuhnya tidak akan pernah tercapai selama dirinya masih terpenjara dalam tubuh yang fisik-material. Maka kematian adalah jalan yang harus dilewati untuk keluar dari penjara itu dan menyatu secara total dengan Tuhan yang sering ia sebut "Kekasih".
kasus itu sebelumnya duajukan pada khalifah muqtadir-billah, ia menolak memberi pesetujuan. kecuali kalau fatwa itu ditandatangani oleh hazrat junayd. fatwa itu kemudian dikirim sampai enam kali pada Junayd. Tapi kembali tanpa tanda tangan. khalifah, untuk yang ketujuh kalinya mngirimkan fatwa itu disertai permintaan khusus agar ia menjawab iya atau tidak. menghadapi hal itu, guru besar itu membuang gabardirnya dan mengenakan jubah keulamaannya. ia menulis pad surat jwabannya;“Menurut hukum syari’at, mansur dapat dijatuhi hukuman mati; tetapi menurut aajaran-ajaran rahasia kebenaran, tuhan adalah maha tahu!”
Ketika hendak dieksekusi, Al-Hallaj dengan tenang berkata, "Tuan-tuan telah menjalankan peraturan yang pantas atas orang-orang yang tuan anggap melanggar undang-undang. Memang, siapa yang dipandang melanggar undang-undang syariat patut dihukum." Kemudian dia mengangkat tangannya kelangit dan berdoa, " Tuhan, maafkan orang-orang tersebut, karena mereka tidak tahu apa yang aku alami."
Menurut para sufi, ketika itu pula terjadi banyak dialog antara para khalayak yang menyaksikan dia digantung. Banyak orang yang ingin bertanya kepada Al-Hallaj, karena itu adalah detik-detik terakhir Al-Hallaj. Salah satunya bertanya: "Apa itu tasawuf? Apa itu sufi?" Lalu kata Al-Hallaj : "Kematian saya sekarang ini adalah tahap paling rendah dalam tasawuf." Orang-orang bertanya, "Kalau begitu tahap apa yang paling tinggi dalam tasawuf ?" Al-Hallaj menjawab, "Engkau tidak akan sanggup mengetahuinya."
Kemudian Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama dengan aku, engkau berkata, ANA Al-HAQ. Engkau berkata ‘aku’. Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi melihat diriku."
Akhirnya Al-Hallaj dieksekusi, ketika algojo memotong kedua belah kakinya, Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya dan melakukan gerakan seperti wudhu dengan darah di kakinya. Kata dia: "Aku ingin menemui Tuhanku dalam keadaan berwudhu."
Akhirnya kedua tangannya pun dipotong, dia digantung, lehernya ditebas. Selama dua hari mayatnya dibiarkan ditonton orang-orang dialun-alun kota dan pada hari yang ketiga mayatnya dibawa kesungai dan dilemparkan ke dalamnya. Sebelum kematiannya, Al-Hallaj pernah berpesan kepada pembantunya, "Pada hari ketiga setelah aku mati, sungai di Baghdad akan sampai pada satu titik ketika sungai itu merendam kota Baghdad. Jika sampai ini terjadi, masukkanlah jubahku ke sungai tersebut."
Akhirnya, 24 zulkaidah, 309 tahun hijriyah, hukuman mati Al Hallaj dilaksanakan dan tamatlah peran peran lahiriyahnya. diceritakanlah bahwa tetesan darahnya yang jatuh kbumi dan berjulur membentuk huruf-huruf ANAL HAQQ dan menggemakan ANAL HAQQ. Dan ketika gumpalan tanah berdarah mansur itu dibuang ke sugai euphrat, sungsai itu pun kemudian menggemakan ANAL HAQQ.


BAB III
PENUTUP
Dengan penjelasan ini, tudingan kotor kepada sufi yang kadang-kadang dengan mengkonfrontasikannya dengan kehidupan Nabi dan Para Sahabat adalah keliru.
Dalam argumen-argumen yang diajukan misalnya, kita bisa baca bahwa mereka mengatakan, konsep-konsep yang diadopsi oleh para sufi itu tidak ada dalam kehidupan atau ajaran Nabi Saw maupun Para Sahabat sesudahnya. Saya pikir, itulah kesalahpahaman.
Hal itu, karena mereka menganggap bahwa kaum sufi menyatakan kedudukan tertinggi itu adalah seperti al-Hallaj (sesuai asumsi riwayat pertama), atau kondisi yang "mabuk" dan hilang kesadaran diri, tenggelam dalam (manifestasi kebesaran) Allah.
Kontroversi Al-Hallaj, sebenarnya terletak dari sejumlah ungkapan-ungkapannya yang sangat rahasia dan dalam, yang tidak bisa ditangkap secara substansial oleh mereka, khususnya para Fuqaha’ (ahli syariat). Sehingga Al-Hallaj dituduh anti syari’at, lalu ia harus disalib. Padahal tujuan utama Al-Hallaj adalah bicara soal hakikat kehambaan dan Ketuhanan secara lebih transparan.
Terbunuhnya Al Hallaj bukan karena ucapannya tetapi karena politik.Tetapi merupakan kesalahan Al Hallaj yang mengucapkan dan mengajarkan konsep Wahdatul Wujud (Ana Al-Haqq) kepada murid-muridnya. Bahwa hal tersebut adalah ilmu yang sangat pribadi dan hanya dimengerti oleh orang yang menerimanya. Selain itu, Al Haqq merupakan sifat-sifat Allah .
Setelah kematiannya sampai sekarang, berbagai macam sebutan yang diarahkan kepadanya. Ada yang mengatakannya sebagai pahlawan lagenda, ada yang menganggapnya sebagai orang yang memiliki karomah dan keajaiban, ada lagi yang menyatakan sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, tapi ada pula yang menganggapnya seorang dukun gadungan. Wallahu a’lam.


DAFTAR PUSTAKA
 Mansur Al-Hallaj. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/mansural-hallaj
 Penyejuk Iman, http://irdy74.multiply.com/recipes/item/68
 Fenomena Al Hallaj dan Syeh Siti Jenar Dalam Sejarah Tasawuf
 Kang kolis,Pemikiran al-Hallaj dalam Tasawuf Falsafi http://kang-kolis.blogspot.com/2009/01/pemikiran-al-hallaj-dalam-tasawuf.html
 Lesmana, Indra, Husain Bin Manshur Al Hallaj: Kehidupan, Pemikiran, Dan Pengaruhnya Dalam Bidang Tasawuf (858-922 M) http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0608106-115716/
 Syaikh ibrahim gazur i-illahi, Anal Haqq ; 1996, Srigunting, Divisi Buku Saku, Jakarta; Raja Grafindo Persada
 Majalah Aula, Mencari Teduh Lewat Toriqoh, Edisi XXII April 2000
 Al Hallaj, Akhbaru Al-Hallaj, Paris: Matba’ah Al-Qalam.tt
 K.H Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Bandung: Mizan, September 2006

Nilai Budaya Pancasila Sebagai Paradigma Sosial

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Dalam kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat kita berpegang pada ideologi pancasila. Pancasila telah diterima sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pembudayaan pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah digalakkan. Kelemahannya, pengamalan atau pembudayaan pancasila tersebut belum sepenuhnya terwujud. Ini adalah tantangan bagi seluruh bangsa indonesia dan jika ideologi pancasiala tersebut tidak dapat memberikan hidup lebih baik bukan tidak mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat.
Kekuatan bangsa indonesia terletak pada kebhinnekaannya. Bagaikan kumpulan bunga berwarna-warni dalam sebuah taman. Tetapi apabila kebhinnekaan atau kemajemukan itu tidak dapat dibina dengan baik bukannya tidak mungkin menjadi bibit perpecahan.
Kemajemukan di indonesia rawan perpecahan. Sementara sebagai hasil pembangunan yang kita lakukan di era reformasi ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat serta meningkatkan harkat martabat dan jati diri sebagai bangsa indonesia yang tidak lepas dari akar kebudayaannya. Namun demikian, masih banyak kelemahan yang masih perlu diperbaiki diantaranya beerkembangnya primordialisme, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membudaya dan disiplin nasional yang semakin merosot. Kehidupan masyarakat agak cenderung kearah individualistis, materialistis dan makin berkurangnya keteladanan perpijakan pancasila.
Berpijak pada kekuatan dan kelemahan yang kita miliki sebagaimana diutarakan diatas maka perlu adanya pemahaman nilai budaya pancasila sebagai ideologi bangsa, bukan nilai pancasila yang selama ini telah tergeser oleh arus globalisasi. Nilai budaya pancasila adalah kunci dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa indonesia menuju Insan Kamil yang dilandasi oleh iman, takwa dan semangat membuang rasa individualistis.

B. Rumusan masalah
Mangacu pada judul makalah ini”Nilai budaya Pancasila sebagai paradigma Sosial”maka perlu kami memberikan beberapa pertanyaan sebagai bahan dalam merumuskan masalah guna memperoleh arahan dalam pembahasan dalam masalah ini agar nantinnya berakhir dengan kesimpulan-kesimpulan yang munpuni. Adapun beberapa pertanyaannya adala sebagai berikut:
1. Bagaimana memaknai nilai yang sebenarnya
2. Baaimana pula memahami nilai budaya pancasila
3. Apa peran nilai budaya pancasila terhadap manusia
4. Seperti apa hakekat yang sebenarnya


II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai

Nilai atau Value (Bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan di pelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai. Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda yang bersifat abstrak yang artinya “kebahagaan” atau “kebaikan” dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian
Menurut Jack Fraenkel nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang dipikir penting oleh seseorang dalam hidupnya. Jika seseorang menilai sesuatu, dia menganggapnya berguna (bermanfaat), berharga untuk dimiliki dan berharga untuk untuk dicoba diperoleh.
Sementara itu Milton Rakeah berpendapat bahwa nilai merupakan suatu jenis keyakinan yang letaknya pada pusat dan sistem keyakinan seseorang tentang bagaimana seseorang sepatutnya atau tidak patut dalam melakukan sesuatu atau tentangt apa yang berharga atau tidak berharga untuk dincapai, dikerjakan atau dipercaya.
Robert mz lawang memberikan pengertian nilai dikaitkan dengan prilaku sosial. Ia mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu.
Didalam Dictionary of Sosciology and Relatet Science dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Menilai itu pada hakikiatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada objek,bukan objek itu sendiri.
Dapat dikatakan bahwa nilai itu pada dasarnya merupakan pandangan atau keyakinan seseorang bahwa sesuatu itu berharga, berguna, pantas atau patut untuk dimiliki dan dilakukukan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebagainya.
Didalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan, dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan.
Pancasila sebagaai dasar negara republik indonesia sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Nilai-nilainya telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa indonesia mendirikan negara yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi pancasila yang berupa nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa indonesia sendiri, sehingga bangsa indonesia sebagai kausa materialis pancasila.nilai-nilai tersebut kemudian diangkat danj irumuskan secara formal oleh para pendiri negara indonesia untuk dijadikan sebagai dasar filsafat negara indonesia.

B. Nilai budaya Pancasila sebagai paradigma sosial

Nilai pancasila merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai pancasila merupkan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-msalah yang mendasar dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem yang didalamnya terdiri dari konsep- konsep yang hidup dalam dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat dalam hidup.
Nilai budaya akan mempengaruhi pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia. Clyde kluckhohn dan florence kluckhohn membagi 5 masalah mndasar bagi hidup manusia yang menyangkut nilai budaya pancasila.
1. masalah hakekat hidup manusia
2. masalah hakekat karya manusia
3. masalah mengenai kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
4. masalah hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya
5. masalah hakekat hubungan manusia dengan sesamanya
kelima maalah nendasar tersebut diserti denga orientasi yang memiliki kekhususan tersendiri dari masing-masing poin tersebut. Artinya metode berbagai kebudayaan mengkonsepkan masalah-masalah unuversal tersebut dapat berbeda-beda meskipun kemungkinan untuk berbeda sangat kecil.
Nilai budaya dengan masing-masing cakupannya diatas bisa mempengaruhi pandangan hidup yang dipakai oleh masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan yang transenden. Hubungan dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan sesama mahluk yang lain. Dalam bahasa notonagoro dikenal dengan istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, dan sifat kodrat manusia.
Hal-hal diatas dapat menjelaskan kedudukan pancasila dalam arti bahwa pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang positif yang digali dari bangsa indonesia sendiri.kelima sila dalam pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu sama lainnya. Namun terkdang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan diskontinuitas antara hasik keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.

C. kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa pancasila memuat nilai-nilai fundamental tentang sosial budaya bangsa indonesia. Oleh karena itu pancasila merupakan dasar, rangka, suasana bagi kehidupan kenegaraan dan tertib hukum negara indonesia sehingga memiliki sifat yang sangat menentukan bagi bangsa dan negara republik indonesia. Sebagai bentuk asas hukum dan hidup kanegaraan republik indonesia.
Dengan demikiam pancasila juga sebagai norma fundamental yang berfungsi sebagai suatu cita-cita moral atau ide yang harus direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Maka dalam pelaksanaan hidup sehari-hari bangsa indonesia tidak boleh bertentangan dengan norma agama, susila, kesopanan, dan norma hukum yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA

 Kaelan, Ahmad, Drs. MS, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta
 Ruyadi, yadi. Drs. Dkk.1995. Sosiologi 1. Bandung: ganeca exact
 Amin, Ittihad, Zainul, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas terbuka
 Tim fakultas filsafat UGM, 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas terbuka
 Nopirin,1999. nilai-nilai pancasila sebagai strategi pengembangan ekonomi indonesia. Internship dosen-dosen pancasila seindonesia, yogyakarta.

Monday, February 15, 2010

Valentine



“Selamat Hari Valentine.”
Sudah lama aku tidak mengucapkan kalimat itu padamu. Sejak tiga tahun kita berpisah. Sejak itu pula hari valentine-ku tertinggal. Dua kali moment itu aku sia-siakan. Untuk valentine ketiga kalinya ini setelah kita berpisah, aku tak akan melewatkannya. Bersamamu. Maka dari itu, aku pulang jauh-jauh hanya untuk mengucapkan selamat kasih sayang, Happy Valentine.
Perlu kau ketahui. Aku tak pernah mengucapkan “Selamat Hari Valentine” pada orang lain selain kau. Karena bagiku, kaulah yang pantas menerima ucapan istimewa itu. Dari hatiku yang terdalam. Sebagai ungkapan rasa tulus cintaku. Kau adalah desah nafasku. Meski tiga tahun terakhir nafasku berpisah dengan ragaku.
Masih ingatkah kau, saat terakhir kalinya aku mengucapkan “Selamat Hari Valentine”. Saat kau bilang, kalau kau sangat menyukai bunga. Bunga apa saja. Maka dari itu, aku tidak memberimu cokelat atau surat ucapan selamat hari valentine seperti yang biasa orang-orang berikan sebagai bentuk ungkapan kasih sayang mereka. Aku hanya memberimu setangkai Bunga Mawar. Warnanya semerah bibirmu.
Kau pernah bertanya tentang sejarah Hari Valentine. Karena kau sangat penasaran, mengapa hari pada tanggal 14 Pebruari itu dinobatkan sebagai hari kasih sayang. Apa aku harus menceritakan kembali? Rasanya tidak usah. Aku yakin semua muda-mudi sudah mengetahuinya. Termasuk kau yang tahu cerita itu padaku. Tapi yang jelas, aku ingin seperti Santo Velentine. Seorang pujangga yang berjuang mempertahankan kasih sayang dengan menikahkan pemuda-pemudi pada zamannya. Meski pun Kaisar Claudius II yang berkuasa pada saat itu melarang mereka untuk menikah.
Atau setidaknya menjadi Cupid. Bayi ajaib yang disebut tuhan cinta. Karena ketampana yang dimilikinya. Sehingga ia diburu banyak perempuan. Dan aku ingin perempuan yang memburuku itu adalah kau. Bukan yang lain. Karena aku tak perlu yang lain. Hanya butuh kau.
Dalam perjalanan ini, aku masih merenungi. Tiga tahun begitu cepat dijalani. Saat aku menaruh harapan untuk kembali mendekapmu—di tempat biasa kita bertemu—dengan rindu yang sudah menggumpal sekian tahun. Aku tidak tahu, seperti apa kau sekarang. Aku hanya mereka-reka siluet wajahmu. Bukannya aku tidak ingat, tapi aku lupa membawa seluruh kenangan kita. Termasuk saat kita foto bersama di atas padang ilalang.
Hatiku semakin bergemuruh. Saat bus yang aku tumpangi melayang di atas jembatan Suramadu. Itu artinya sebentar lagi aku akan bertemu denganmu. Melihat jentik matamu yang lucu. Dan melihat lesung di pipimu saat kau tersenyum. Di tanganku, sudah tergenggam erat Bunga Mawar yang akan aku berikan padamu. Tunggulah aku. Tunggulah sampai Bunga Mawar ini di tanganmu.
Sekarang, aku bisa melihat kembali orang-orang di sekitarku; dari keluarga, guru, teman sampai tetanggaku. Mereka menyambut hangat kedatanganku. Maklum, hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di tanah kelahiranku setelah tiga tahun berlalu. Tapi, aku masih belum melihat dirimu. Apakau kau sudah pindah rumah? Atau kau sudah pergi dengan orang lain? Beribu pertanyaan itu kini bersarang di batok kepalaku. Aku mencoba membuang jauh-jauh prasangka itu. Agar Bunga Mawar di tanganku tidak cepat layu oleh kecemasan.
Beberapa saat kemudian, betapa terkejutnya aku. Kau tiba-tiba muncul dari sampingku. Hatiku bahagia. Perjalananku tidak sia-sia. Tapi, rasanya ada sedikit yang beda dari sorot matamu. Berkaca-kaca Aku kira, kau terharu melihatku. Bahagia melihat kedatanganku. Sehingga air matamu tak dapat ditolak untuk membelah pipimu. Bunga di tanganku sudah siap untuk mnyambutmu dalam dekapanku.
Tapi, alangkah hancurnya hatiku setelah ada lelaki yang menghampirimu dan memberimu bayi mungil. Bayi itu menangis. Lebih parahnya lagi, kau menyusui bayi itu. Setelah kau menyusuinya, ia tidur dalam lelapnya. Apakah itu arti dari sorot matamu? Ternyata aku salah menafsirinya. Bunga Mawar di tanganku layu sebelum aku berikan padamu. Sebelum aku mengucapkan, “Selamat Hari Valentine.”

Guluk-guluk, Sumenep 2010

Dimuat di Radar Madura
Pada Tanggal 14 Februari 2010

Tuesday, February 9, 2010

Cuaca Buruk dan Stabilitas Ekonomi Masyarakat (Pesisir) Madura

Oleh: Fandrik HS Putra
Beberapa hari terakhir, hujan deras yang disertai angin kencang melanda perairan laut di Indonesia. Cuaca buruk akibat pengaruh dari awan komuloniumbus, awan yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi seringkali menyebabkan pusaran angin dan memakan korban yang akut. Laut mengalami gelombang yang besar sehingga para nelayan memilih “markir” tidak melaut sambil menunggu cuaca dan gelombang laut menjadi normal kembali.
Madura, yang terdiri dari empat kabupaten: Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep merupakan “negeri” para nelayan. Masyarakatnya, selain bergantung pada hasil pertanian tembakau,—dalam istilah mereka disebut “daun emas”—sebagian juga bergantung pada laut, utamanya yang berdomisili di daerah pesisir. Kehidupan sehari-harinya melaut, mengeringkan ikan, dan membuat tambak garam. Tak ayal jika Madura dikenal dengan sebutan Pulau Garam.
Istilah Pulau Garam yang disematkan pada Madura adalah sebuah metafora yang menggambarkan betapa besarnya kebergantungan masyarakat Madura kepada laut. Makna filosifisnya adalah bahwa tingkat stabilitas perekonomian masyarakat Madura terletak pada laut. Garam merupakan air laut yang dikeringkan menggunakan tenaga matahari dengan cara membuat tambak di pinggir pantai. Ketika musim panas tiba mereka bisa menuai “hasil” panennya. Di sini kita bisa mengambil ibrah bahwa kekayaan dan mata pencaharian masyarakat Madura sebagian bersumber dari laut.
Bagi sebagian masyarakat Madura, melaut sudah menjadi tradisi secara turun-temurun. Hal itu bisa dibuktikan dengan banyak berdirinya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berorientasi pada kelautan dan perikanan. Penulis turut merasakan ketika pergi ke luar Madura, sebagian teman atau yang masih baru kenal langsung menebak kalau penulis adalah anak dari seorang nelayan ketika mereka tahu penulis berasal dari Madura. Jadi, betapa lekatnya orang Madura dengan laut.
Lebih kuatnya lagi, di Madura ada istilah “Nelayan Anak”. Istilah tersebut diungkapkan oleh H. Moh Rais, M.Pd., M.Si. selaku kepala Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Sumenep. Ia menggambarkan Nelayan Anak—berbeda dengan Anak Nelayan—sebagai gambaran kedekatan mereka pada laut, baik fisik maupun mental. Maksudnya: anak usia sekolah sudah bekerja membantu orang tuanya. Padahal, tidak semua Anak di Madura, khususnya di pesisir pantai itu miskin. Tapi karena pengaruh lingkungan, maka jadilah Nelayan Anak (Majalah Fajar; 2008)
Cuaca buruk yang melanda perairan laut Pantai Utara (Pantura) dan Pantai Selatan (Pantasel) menyebabkan sebagian nelayan tidak bisa melakukan aktifitasnya. Untuk mengisi waktu luangnya, para nelayan memilih memperbaiki jaring dan kapal-kapalnya yang rusak. Mereka (baca; nelayan) tidak mempunyai pekerjaan sampingan atau pekerjaan yang lebih menjanjikan selain hal tersebut. Kondisi seperti ini membuat pasokan ikan semakin berkurang sehingga harga ikan di pasaran merangkak naik. Ikan Bandeng yang semula Rp 12 ribu naik menjadi Rp 15 ribu dan ikan asin biasanya Rp 10 ribu per kilo menjadi 14 ribu.
Di samping itu, masyarakat pesisir juga dikeluhkan dengan melonjaknya kebutuhan sandang pangan yang cukup signifikan dalam beberapa hari ini, seperti beras, gula, dlsb. Konkritnya, di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep—yang merupakan ujung barat dan timur Pulau Madura—harga beras yang biasa di konsumsi berkisar antara Rp 6.500-7.000 per kilo. Melonjaknya harga sandang pangan itu juga karena disebabkan pasokan makanan yang dari luar Madura—sebagian beras di Madura mengimpor dari Kabupaten Lamongan––semakin berkurang akibat dari cuaca buruk. Sehingga cukup mengganggu pendistribusiannya.
Letak geografis pulau Madura yang panas dan jarang hujan menyebabkan masyarakat pesisir bersikap instan dan fatalis. Ketika cuaca buruk seperti sekarang ini, mereka (baca; masyarakat pesisir) tidak melaut. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka “terpaksa” menjual atau melelang harta benda yang ada dengan harga yang relatif murah guna mendapatkan kebutuhan yang diingini. Akibatnya, harga pasar menjadi tidak stabil antara permintaan dan penawaran dari pihak konsumen mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dan harus dipenuhi.
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat mereka bersikap demikian. Pertama, sikap ketergantugannya pada laut membuat Sumber Daya Manusia (SDM) kurang berkembang. Kondisi semacam ini meniscayakan mereka pasrah kepada takdir. Sehingga, tak pelak mereka dianggap sebagai masyarakat terbelakang (primitif).
Kedua, jiwa Entrepreneurship (wirausaha) yang sangat lemah. Kita bisa melihat dari hasil tangkapan mereka yang dilelang secara langsung tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang sekiranya bisa menarik minat pembeli meskipun dengan harga yang lebih mahal.
Ketiga, kurangnya perhatian pemerintah dalam memberdayakan kekayaan laut. Sampai saat ini, pengelolaan kekayaan laut masih belum ada langkah yang konkrit. Terbukti, kekayaan laut dibiarkan diproduksi seadanya. Terlepas berkualitas atau tidak.
Keempat, kurangnya ketersediaan lapangan kerja. Masyarakat Madura yang bisa dikategorikan sebagai orang yang sudah “berpendidikan” lebih memilih mengadu nasib di luar Madura, karena pekerjaan dan kehidupannya lebih menjanjikan.
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat (pesisir) Madura dituntut untuk lebih bersikap kreatif dan inovatif guna mencari upaya-upaya konstruktif dalam rangka memajukan geliat ekonomi di Madura dari sektor kelautan dengan tanpa menghilangkan tradisi yang sudah turun-temurun, yaitu melestarikan yang sudah ada dengan menjaga kelangsungan hidup di pesisir laut.